Ungkap Potensi Besar Ekonomi Sirkular, Bappenas : Indonesia Bisa Lebih Tangguh Pasca COVID-19

Ekonomi Sirkular
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam webinar nasional Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Senin (25/1/2021). (Foto - Antara/HO-Bappenas)

Jakarta, Semartara.News – Penerapan Ekonomi Sirkular, berpotensi menyumban pendapatan sekitar 593 triliun hingga 642 triliun Produk Domestik Bruto (PDB), di Lima sektor Industri. Potensi tersebut diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Manoarfa, Selasa (26/1/2021).

“Implementasi ekonomi sirkular, diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca-COVID19,” kata Suharso Monoarfa dalam keterangan yang dikutip dari LKBN Antara di Jakarta.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjelaskan, penerapan Ekonomi di atas dilakukan melalui penciptaan lapangan pekerjaan (Green Jobs), dan peningkatan efisiensi proses, dengan mengoptimalkan sumber daya. Adapun potensi pendapatan itu, berdasar pada hasil studi yang termuat dalam laporan The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia.

Studi tersebut dilakukan atas kolaborasi Kementerian PPN/Bappenas bersama Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP) Indonesia, serta, didukung Pemerintah Kerajaan Denmark. Sedangkan, lima sektor utama Indonesia itu, yakni, industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran yang fokus pada kemasan plastik, konstruksi, dan elektronik. Selain memiliki potensi ekonomi, implementasi konsep ekonomi sirkular di kelima sektor, juga dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga 2030. Dengan begitu, lanjut Suharso, ekonomi sirkular dapat memulihkan perekonomian dan reformasi sosial.

Kementerian PPN/Bappenas memproyeksikan penerapan model ekonomi itu juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia yang cukup signifikan. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto, menambahkan, selain dampak ekonomi, ekonomi sirkular juga memberi dampak signifikan pada lingkungan.

Salah satunya, kata dia, terdapat potensi untuk mengurangi emisi GRK yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi. Target itu, didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya. “Berdasarkan analisis kami, ekonomi sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada 2030,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Denmark, Lea Wermelin, mengatakan, model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Dia menjelaskan, model tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentang penerapan ekonomi sirkular, dan berharap, Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” tuturnya.

Senada dengan itu, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, menekankan Indonesia dapat memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular. “Model ekonomi sirkular memungkinkan kita mengurangi konsumsi bahan, sampah, dan emisi dan pada saat yang sama mempertahankan pertumbuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan,” imbuhnya.

Dengan demikian, lanjut dia, model ini mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama perempuan yang rentan, warga lansia, anak-anak, dan masyarakat disabilitas, yang sesungguhnya mampu berperan aktif di komunitas.

Tinggalkan Balasan