Jakarta, Semartara.News – Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi mengingatkan Polri harus bisa menelusuri dan mengungkap motif di balik aliran dana asing ke ormas Front Pembela Islam (FPI).
“Berkaca dari berbagai kasus pendanaan terhadap kelompok radikal, tindakan PPATK membekukan beberapa rekening FPI itu sudah tepat. Karena memang ini modus operandi yang sering dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrem kanan di Indonesia,” kata Islah Bahrawi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (25/1/2021).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya menemukan transaksi lintas negara dalam rekening milik orang-orang yang terafiliasi dengan ormas FPI.
Menurut Islah, yang dikutip dari Antaranews.com, Selasa (26/1/2021), pendanaan dalam gerakan radikal, ekstrem, dan terorisme di Indonesia selalu menjadi persoalan, sebab ketika penelusuran secara digital semakin ketat maka kelompok terorisme menggunakan jalur non digital untuk transaksi.
Ia mengingatkan belum lama ini ada temuan uang dari kotak amal digunakan untuk mendanai kegiatan teroris.
Beberapa kelompok, kata dia, menggunakan sirkular funding atau pencucian uang, yakni uang dikeluarkan terlebih dahulu dari dalam negeri, lalu diendapkan di luar negeri, kemudian kembali ke dalam negeri.
Islah mencontohkan aksi Arab Spring yang membuat beberapa negara di Timur Tengah hancur-hancuran, ditengarai ada aliran dana luar negeri dan keterlibatan negara-negara barat dalam upaya menghancurkan beberapa negara Arab yang dipimpin orang-orang yang dinilai totalitarian.
Pemimpin-pemimpin di Arab yang sangat karismatik dan disegani ditumbangkan, walaupun sebenarnya negaranya makmur, kata dia, misalnya Moammar Khadafi saat memimpin Libya.
Dalam konteks Indonesia, Islah menganalisis FPI bisa saja menjadi mesin curah, karena masih bisa bergerak di tataran normatif, kemudian FPI seperti dispenser untuk pendanaan kelompok ekstrem.
Islah menengarai adanya indikasi keterlibatan lembaga donasi dan beberapa orang top di Indonesia mendanai FPI, tetapi modelnya berputar, dikeluarkan ke luar negeri, lalu kembali ke Indonesia.
“Ya bagusnya dibekukan, sebelum dana yang di dalam itu dikuras. Memang seharusnya Polri dan juga beberapa lembaga penegak hukum dan juga stakeholder, sudah harus bisa men-‘tracing’ itu,” katanya.