PAN Kritik Gagasan NasDem Soal “Parliamentary Threshold”

PAN PKS Bertemu
Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi

Jakarta, Semartara.News – Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi kritik gagasan NasDem Soal Parliamentary Threshold (Ambang Batas Parlemen). Viva Yoga menilai, efektifitas dan stabilitas pemerintahan tidak berdasarkan jumlah partai politik, tetapi berdasarkan perbedaan ideologi politik dari partai yang di lembaga DPR.

“Saat ini, partai politik meski memiliki ideologi politik yang menjadi ciri khasnya, tetapi perbedaan ideologi partai tidak dalam posisi berlawanan atau diametral. Karena, dipersatukan oleh Pancasila dan komitmen kebangsaan,” kata Viva Yoga di Jakarta, Jumat (13/11/2020).

Dilansir dari Antaranews.com, Sabtu (14/11/2020), kritik Viva Yoga Mauladi ini terkait dengan, pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Surya Paloh mengatakan, sejak awal berdiri, partai NasDem sudah menawarkan upaya penyederhanaan partai politik di Republik Indonesia.

Partai NasDem menawarkan gagasan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Diketahui, Surya Paloh dan partai NasDem, menawarkan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari 4 persen menjadi 7 persen.

Viva Yoga menjelaskan, sistem multipartai di Indonesia saat ini adalah cerminan dari multikultural masyarakat Indonesia yang pluralis atau beragam suku bangsa, agama, adat, dan budaya.

“Ini harus diakomodasi secara politik di partai politik. Makanya, di UU Nomor 7 Tahun 2017 dinyatakan bahwa, salah satu fungsi partai politik sebagai alat pemersatu bangsa,” ujarnya.

Menurut dia, penerapan ambang batas parlemen berkaitan dengan aspek proposionalitas atau derajat keterwakilan pemilu. Pemilu yang berkualitas ditandai dengan. semakin banyaknya pemilih yang terwakili alias suaranya terkonversi menjadi kursi.

Dia menilai apabila banyak suara terbuang, tidak sah, ditambah partisipasi pemilih yang rendah, tentu derajat keterwakilan akan semakin buruk.

“Dalam teori matematika pemilu, semakin tinggi PT akan menyebabkan semakin besar suara sah nasional tidak bisa di konversi menjadi kursi. Hal itu, diperparah dengan semakin banyaknya partai politik peserta pemilu tidak lolos PT. Maka, akan menjadi semakin besar suara yang terbuang, ini menyebabkan pemilu semakin disproposionalitas,” tutup Viva Yoga, pria asal Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 

Tinggalkan Balasan