Jangkar Baja: Jangan Takut, Kebenaran Akan Menang Bersama Rakyat

Jangkar Baja
Ketua Presidium Nasional Jangkar Baja, I Ketut Guna Artha bersama Bakal Calon Presiden Ganjar Pranowo/Istimewa.

Jakarta, semartara.News — Ketua Presidium Nasional Jaringan Kerja Akar Rumput Bersama Ganjar (Jangkar Baja), I Ketut Guna Artha menyatakan, putusan sidang etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hanya memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK tidaklah mengejutkan.

Pasalnya, kata dia, semua gugatan yang mengundang kontroversial itu mestinya ditolak MK di tengah tahapan Pilpres sedang berjalan. Terkecuali ada “kekuatan lain” yang mempengaruhi kemerdekaan kekuasaan yudikatif.

“Ya, saya mengikuti proses ini sejak malam sebelum putusan MK tanggal 16 Oktober 2023. Karena landasan berpikir saya berdasar logika hukum. Mestinya semua gugatan ditolak MK, terkecuali ada “kekuatan lain” yang mengintervensi,” ungkap pria yang biasa dipanggil Igat, juga sebagai Jubir Tim Pemenangan Nasional Ganjar Mahfud (TPN GM).

Menurut Igat, syarat usia minimal 40 tahun dengan penambahan klausa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” akan melahirkan kekacauan baru.

Kekacauan baru yang dia maksud adalah, pertama runtuhnya kewibawaan benteng terakhir sistem peradilan hukum, akan terjadi reaksi dari pakar hukum, praktisi hukum, akademisi dan penolakan aktifis pro demokrasi.

Kedua walaupun ada indikasi muatan kepentingan politik dengan dalil mengakomodir generasi muda, Igat berkeyakinan putusan sidang etik MKMK tak akan menganulir putusan MK tanggal 16 Oktober 2023, mengapa?.

“Karena jika sejak awal ketua MK independen, mandiri, tidak ada conflict of interest maka tak akan pernah terjadi abuse of power, pemaksaan klausa tambahan “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” menjelang batas akhir pendaftaran pasangan capres cawapres ke KPU tanggal 25 Oktober 2023,” tegas igat.

Ketiga, sanksi yang dijatuhkan sidang etik MKMK kepada Anwar Usman terlalu ringan untuk sebuah pelanggaran berat yang telah menciptakan kegaduhan, keraguan atas kepastian hukum, tegaknya konstitusi.

“Yang keempat, inilah serangkaian “kekacauan baru” yang saya maksud bahwa pak Anwar Usman hanya dicopot jabatannya sebagai ketua MK. Putusannya yang melapangkan jalan keponakannya, Gibran nyawapres tetap berlaku. Lalu Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengatakan jika ketentuan batas usia itu kembali diubah MK, maka putusannya akan berlaku untuk pilpres 2029,” ungkapnya.

Igat menyebut, bahwa pasca putusan etik MKMK tanggal 7 Nopember 2023, MK kembali akan menggelar sidang pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun. Jadwal sidang Rabu, 8 November 2023, pukul 13:30 WIB. Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023.

Materinya adalah “atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.

Sebelumnya yang telah diputuskan oleh Anwar Usman yang tidak dianulir oleh sidang etik MKMK berbunyi: “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

“Kami tak pernah persoalkan siapapun anak bangsa yang potensial menjadi kontestan pilpres 2024. Kami hanya mengajak rakyat Indonesia untuk tegak lurus konstitusi. Apalagi yang harus menjadi panduan kita bernegara jika bukan konstitusi?,” ucap igat.

“Coba pikirkan dengan akal sehat, misalnya uji materi gugatan siding Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 pada Rabu, 8 November 2023, dikabulkan MK, bukankah ini kekacauan baru yang bertentangan dengan lolosnya Gibran sebagai cawapres yang hanya berpengalaman sebagai walikota, bukan gubernur?,” imbuhnya.

Diketahui, dalam sidang putusan yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (7/11/2023) yang dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, yaitu “Memutuskan, menyatakan, Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan”.

“Jadi kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029,” kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

“Ya, ini preseden buruk kedepan karena dengan mudahnya kita akan mengubah-ubah aturan sesuai selera dan kepentingan. Pernyataan Pak Jimly seakan menyampaikan ke publik bahwa tugasnya telah selesai menyidang etik hakim MK sekaligus melegitimasi putusan “cacat hukum” hasil produk hukum dari orang yang divonis telah melakukan pelanggaran berat etik. Lalu mempersilahkan masyarakat mengajukan kembali uji materi tapi berlakunya untuk pemilu 5 tahun nanti,” pungkas Igat. (rilis)

Tinggalkan Balasan