SEMARTARA, Lebak (11/2) – Iti Octavia Jayabaya dan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid meresmikan Museum Multatuli di Lebak-Banten, Minggu (11/02).
Museum yang terletak di seberang Alun-Alun Rangkas Bitung diambil dari nama Multatuli atau Edward Douwes Dekker, mantan Asisten Wedana (Pembantu Bupati) Lebak asal Belanda yang menulis novel ‘Max Havelaar’. Karya itu berisi tentang sindirannya terhadap pemerintah Hindia Belanda yang memperlakukan rakyat dengan semena-semena.
“Kami menginginkan Museum Multatuli ini jadi pintu masuk orang datang ke Lebak untuk melihat destinasi-destinasi pariwisata lain. Ini juga upaya kita untuk mengangkat Lebak dari ketertinggalan,” papar Iti oktavia jayabaya.
Melalui konsep penataan ruang yang terintregasi dengan pusat pemerintahan, alun-alun Rangkas Bitung, Museum Multatuli dan juga perpustakaan Saidjah Adinda dalam perspektif Lebak di masa depan akan memiliki beberapa fungsi strategis, salah satunya pusat literasi dan informasi sejarah Lebak dan menjadi ikon Lebak, baik secara nasional maupun internasional.
Diantara tujuh ruangan di Museum Multatuli, terdapat satu ruangan yang didedikasikan untuk merawat ingatan tentang Douwes Dekker. Selain itu, situs itu juga memuat sejarah kolonial Hindia Belanda, perjuangan anti kolonial, sejarah Lebak dan Rangkas Bitung, serta tokoh-tokoh nasional yang terinspirasi oleh ‘Max Havelaar’.
“Saya harap museum ini menjadi lebih dari tempat yang menarik untuk wisata. Sungguh-sungguh menjadi tempat yang merawat ingatan kolektif, bagaimana kita keluar dari kepedihan kolonialisme,” tutur Hilmar Farid dalam pidatonya.
Peresmian Museum Multatuli juga dihadiri oleh oleh beberapa tokoh penting yaitu Ketua Umum PKB Muhaemin Iskandar, Ibu Nira Akbar Tanjung, Kepala Museum Multatuli Hearst Amsterdam, Kepala Museum Nasional Indonesia, Bupati Lebak Periode 2003-2013 H. Mulyadi Jayabaya dan tokoh-tokoh penting literasi lainnya. (Ynk)