Lahan Dishub Tangsel Disalahgunakan, 40 Bangunan Dibongkar di Ciputat

Pemkot Tangsel bongkar 40 bangunan liar di Roxy Ciputat karena penyalahgunaan lahan untuk hiburan malam dan kegiatan ilegal lainnya.
Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, meninjau langsung lokasi penertiban bangunan liar di kawasan Roxy, Ciputat, sambil berdialog dengan warga terdampak. (Foto: Ist)

Kota Tangsel, Semartara.News – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) bersama sejumlah pihak terkait telah menertibkan 40 bangunan liar di kawasan Roxy, Ciputat, pada 23 Juni 2025.

Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, menjelaskan bahwa pembongkaran dilakukan setelah tiga kali pemberian surat peringatan kepada pemilik bangunan.

“Kami sudah memberikan cukup waktu. Namun, yang terjadi adalah penyalahgunaan lahan untuk kegiatan ilegal seperti penjualan minuman keras, karaoke, dan praktik yang tidak sesuai dengan peraturan. Oleh karena itu, hari ini kami melakukan eksekusi,” tegas Pilar pada Senin, 23 Juni 2025.

Pilar menyebutkan bahwa lahan tersebut merupakan aset milik Dinas Perhubungan (Dishub) Tangsel. Area seluas 1 hektare ini akan digunakan sebagai lahan parkir, termasuk untuk kendaraan umum yang tidak layak pakai.

Ia menjelaskan bahwa sekitar 40 kepala keluarga sebelumnya menghuni kawasan tersebut, tetapi mereka tidak memiliki legalitas untuk tinggal atau kepemilikan lahan.

“Berdasarkan informasi dari Ketua RW dan RT, tidak ada warga yang secara resmi berdomisili di sini. Mereka semua memanfaatkan lahan untuk usaha,” tambahnya.

Pilar mengungkapkan bahwa Pemkot Tangsel telah melakukan sosialisasi sejak lama dan meminta agar kegiatan di Roxy hanya terbatas pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, kenyataannya terjadi penyalahgunaan lahan untuk hiburan malam, peredaran minuman keras, dan kegiatan ilegal lainnya.

“Awalnya mereka berkomitmen untuk membuka warung atau usaha kecil, tetapi kenyataannya tidak sesuai. Oleh karena itu, tidak ada lagi ruang untuk toleransi,” tegas Pilar.

Ia menambahkan bahwa penertiban ini dilakukan secara bertahap. Hari ini, fokusnya adalah pada tempat hiburan malam dan kafe, sementara besok akan dilanjutkan ke bangunan semi permanen yang disewakan sebagai tempat tinggal. Meskipun ada permintaan untuk penangguhan, kebijakan penertiban tetap dilanjutkan.

“Dialog sudah dilakukan. Kami memberikan waktu lima hari ke depan untuk pembongkaran mandiri. Jika tidak, kami akan melakukan pembongkaran paksa,” pungkasnya.

Sementara itu, Stefanus, yang mewakili warga terdampak, menyatakan bahwa mereka tidak menolak pengosongan lahan, tetapi berharap ada pendekatan yang lebih manusiawi.

“Kami memahami bahwa ini adalah tanah milik Pemda, dan jika memang dibutuhkan, kami siap pergi. Namun, kami berharap tidak diperlakukan seperti hewan, langsung dibongkar tanpa ampun. Kami hanya meminta waktu dan perhatian, karena kami juga warga negara,” ujar Stefanus.

Ia juga menjelaskan bahwa warga telah menempati lokasi tersebut secara bertahap selama delapan tahun. Beberapa di antara mereka bahkan sempat membayar kontrakan kepada pihak-pihak tertentu yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut.

“Awalnya kami menyewa dari seseorang. Bahkan ada yang sudah tinggal di sini selama belasan tahun. Namun sekarang, tiba-tiba semua dianggap ilegal. Kami hanya meminta satu minggu waktu, tetapi hanya diberikan lima hari,” keluhnya. (Idris Ibrahim)

Tinggalkan Balasan