Jakarta, Semartara.News – Generasi Z yakni mereka yang lahir tahun antara rentang tahun 1995-2010 atau saat ini tergolong remaja dan mulai memasuki masa dewasa muda memandang dunia politik sebagai sesuatu yang menarik.
Dilansir dari Antaranews.com, psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan, salah satu tahap perkembangan yang mereka alami yakni attention-seeking atau keinginan diterima suatu kelompok atau ingin menjadi bagian dari suatu kelompok. Kelompok usia ini bisa jadi tertarik untuk unjuk pemikiran atau pendapat dalam ranah politik.
“Ini merupakan sesuatu yang positif sebetulnya karena menunjukkan juga kepedulian mereka terhadap kehidupan sekitar. Masalah enggan terbuka atau ungkap di media sosial, kebanyakan akan ungkapkan di media sosial atau bahkan ikut berdemo untuk menunjukkan sikap atau pendapat mereka,” tutur Vera kepada ANTARA melalui surat elektroniknya belum lama ini.
Vera menilai, generasi Z cenderung akan mengikuti apa atau siapa yang mereka senangi. Tak sebatas di media sosial, mereka juga bisa melakukan tindakan nyata sebagai wujud sikap mereka.
Di Amerika Serikat misalnya, mayoritas gen Z mendukung gerakan sosial seperti Black Lives Matter. Gerakan yang juga mendapatkan perhatian sederet idola K-pop seperti Jae DAY6, Mark GOT7, MOMOLAND, Eunkwang BTOB, Johnny NCT hingga Bangtan Sonyeondan (BTS) ini bahkan direspons para penggemar mereka di berbagai belahan dunia.
Laman South China Morning Post mewartakan adanya gelombang dukungan dari para penggemar K-pop (yang di dalamnya termasuk gen Z) dalam skala besar. Mereka ikut mendukung gerakan tersebut seperti halnya idola mereka mulai dari mengunggah video berdurasi pendek hingga membuat tagar yang menghancurkan cuitan bernada rasisme.
Dari sisi keunggulan, generasi ini mumpuni dalam teknologi digital terutama di aspek informasi karena mereka sudah sangat mudah mengakses dan menerima informasi apapun yang bisa men-trigger emosi mereka.
“Generasi Z true digital native karena mereka lahir di era digital, berbeda dengan generasi sebelumnya, lebih luas networking atau pergaulannya karena berkat teknologi digital mereka bisa terhubung ke siapa saja,” tutur Vera.
Mereka juga kreatif, terutama ide-ide baru terkait digital, termasuk profesi-profesi baru seperti youtuber, selebgrammer, tertarik pada isu-isu sosial global seperti lingkungan seperti yang dilakukan aktivis berusia 18 tahun asal Swedia, Greta Thunberg.
Dari sisi pengambilan keputusan, gen Z yang berada pada rentang usia remaja-dewasa muda awal masih sangat dipengaruhi emosi dalam mengambil keputusan atau berperilaku. Menurut Vera, hal ini berhubungan dengan bagaimana perkembangan otak di rentang usia ini.
“Ada bagian prefrontal cortex yang belum berfungsi optimal (optimal di usia 20-25 tahun) sehingga keputusan didominasi oleh emosi,” kata Vera.
Salah satu dampaknya, mereka mudah terpancing melakukan sesuatu tanpa memikirkan panjang konsekuensinya atau benar menelaah sebelum bertindak. Dengan kondisi ini, menjadi penting bagi mereka untuk memiliki teman diskusi yang tepat sebelum memutuskan sesuatu.