Berita  

Polri Adakan Forum Group Diskusi Menjelang ‘May Day’

SEMARTARA, Bekasi – Menjelang May Day 2018, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengadakan Forum Group Diskusi dengan tema “Strategi Membangun Hubungan Industrial yang Harmonis” di Hotel President Executive Club Jababeka Cikarang, Bekasi.

Adapun kegiatan diisi dengan nara sumber diantaranya Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Bekasi, Drs. H. Edi Rochyadi MM, Senior President FSPMI Obon Tabroni, dan pihak Apindo diwakili oleh Sutomo.

Dalam sambutannya, Wakapolres Metro Bekasi, AKBP Luthfie Sulistiawan yang hadir mewakili Kapolres menyampaikan, peringatan hari buruh (May Day) merupakan suatu peringatan hari besar bagi semua masyarakat. Oleh karena itu, pemikiran bahwa mayday itu dominan ricuh harus dihilangkan. Demikian juga hubungan antara pemerintah, pengusaha dan buruh, harus layaknya sebuah keluarga.

“Hari buruh adalah peringatan besar, maka perlu kita adakan dialog formal dan informal antara buruh dan pemerintah. Supaya kita semua tetap mampu menghasilkan produktivitas,” katanya.

Drs. H. Edi Rochyadi yang diwakili oleh Kabid Industrial dan Jaminan Sosial Kota Bekasi, Nur mengungkapkan, ada tiga pelaku utama dalam melaksanakan hubungan industrial yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja.

Dan dalam melaksanakan hubungan industrial tersebut, dilanjutkan Nur, haruslah didasari oleh nilai-nilai Pancasila yakni sila pertama bekerja bukan untuk diri sendiri, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan YME, kedua menghargai harkat dan martabat pekerja sebagai manusia, ketiga pengusaha dan buruh berjuang untuk tujuan bersama, ke empat perbedaan diselesaikan dengan konsensus dan bukan pemogokan dan unjuk rasa, ke lima keadilan yang diberikan kepada setiap individu dalam hubungan industrial.

Sementara Obon Tabroni mengungkapkan, gesekan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah, selalu saja dapat terjadi. Hal itu dikarenakan kepentingan masing masing, adapula konflik lain yang memicu terjadinya gesekan, misalnya perbedaan persepsi tentang aturan hukum, media sosial, rasa keadilan yang kurang, pelanggaran hak sikap arogan pengusaha terhadap pekerja, budaya berbeda terhadap tenaga kerja asing, perubahan manajemen, informasi salah dan solidaritas terhadap pekerja.

“Namun ada cara yang dilakukan dalam pencegahan konflik. Adalah dilakukannya komunikasi, ikuti aturan hukum, adil dan memanusiakan pekerja, serta juga beberapa mekanisme penyelesaiannya adalah bipartiet, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan pengadilan,” tutur Obon.

Dirinya juga menjelaskan bahwa May Day merupakan cara bagi para buruh untuk menyampaikan suatu isu, ataupun permasalahan yang terjadi di lingkungan pekerjaan masing-masing. Dan sejatinya, May Day diperingati dengan cara damai, karena negara mengakui adanya buruh.

“Hari buruh merupakan hari resmi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena kita akan menjaga ketertiban umum dan hak-hak orang lain yang tidak ikut memperingati hari buruh,” tegas Obon.

Sutomo menambahkan, antara pekerja dan pengusaha tak dapat dipisahkan dalam melakukan kegiatan produksi, sehingga diantaranya pemerintah, pengusaha dan pekerja, harus saling percaya satu dengan yang lain. Kendati ketiganya memiliki tujuan dan kepentingan yang tidak bisa digabungkan seperti dalam hal tujuan bekerja, di mana perusahaan memiliki tujuan untuk mengembangkan usahanya dan dapat memperoleh laba yang banyak.

“Dan bagi para pekerja hanya mengutamakan kesejahteraan dan bergantung pada gaji setiap bulan untuk menghidupi keluarganya, sehingga dipandang perlu adanya keterbukaan dan satu dengan lainnya,” tutup Sutomo. (Helmi)

Tinggalkan Balasan