SEMARTARA,Serang (1/1) – Pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari parpol/gabungan parpol tinggal menghitung hari. Namun peta pertarungan Pilkada 2018 di empat kabupaten/kota Provinsi Banten miskin kejutan.
Mayoritas parpol masih menjagokan petahana sebagai pasangan calon yang akan diusung. Masyarakat pun akhirnya kurang mendapat opsi lain dalam memilih calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk lima tahun ke depan.
Komisioner KPU Banten Syaiful Bahri mengatakan, tiga daerah di Provinsi Banten berpotensi menghasilkan calon tunggal. Ketiganya yaitu Kota Tanggerang, Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Lebak.
“Semua pimpinan parpol di Kota Tangerang mendukung petahana (Arief-Sachrudin), termasuk di Kabupaten Tangerang petahana Ahmed Zaki dan calon wakilnya Romli sudah didukung semua parpol,” kata Syaeful kepada wartawan.
Untuk di Pilkada Lebak, saat ini KPU sedang menunggu putusan dari Panwaslu terkait adanya gugatan dari pasangan bakal calon independen. Bilamana gugatan tidak diterima, maka pesta demokrasi di tanah Multatuli terancam hanya pasangan petahana (Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi).
“Di Lebak kalau putusan panwaslu dilaksanakan oleh KPU, kemudian diterima oleh panwaslu terkait sengketa perseorangan. Maka, Lebak juga calon tunggal. Sehingga, dari empat kabupaten kota yang akan menyelenggara pilkada, tiga daerah berpotensi calon tunggal,” ungkapnya.
Meskipun berpotensi calon tunggal, KPU di tiga daerah tersebut akan memperpanjang masa pendaftatan selama tiga hari, dan terus melakukan sosialisasi guna menghindari calon tunggal.
“Jika sudah dilakukan perpanjangan tidak ada calon lain yang mendaftar. Maka, peraturan KPU yang mengatur calon tunggal berlaku,” ujarnya.
“Hanya Kota Serang yang dinamikanya berbeda, dua pasangan calon sudah pasti bakal mendaftar ke KPU,” sambung Syaeful.
Pengamat politik Untirta, Leo Agustino menduga, ada kesepakatan elit parpol untuk tetap mendukung petahana. Alasannya jelas. Elektabilitas Petahana jauh lebih tinggi dibandingkan dengan calon lain yang muncul. Ini karena tidak ada figur Politik lain yang dapat men-challenge-nya.
Menurut Leo, tidak berimbangnya arah dukungan parpol dengan harapan masyarakat menunjukkan bahwa kini partai tidak mau main-main atau coba-coba lagi. Sebab Pemilu 2019 sudah sangat dekat, dan partai menjadikan Pilkada 2018 dimanapun, termasuk di empat kabupaten kota di Banten menjadi persiapan terakhir menuju perhelatan besar Pemilu 2019.
“Jadi wajar apabila mayoritas parpol lebih memilih petahana, yang dianggap memiliki peluang menangnya tinggi. Meskipun kemenangan yang akan diraihnya nanti harus melalui koalisi. Itu dianggap langkah tepat daripada kalah dengan mengusung jagonya sendiri,” ungkap Leo.
Petahana, lanjut Leo, pasti elektabikitas dan popularitasnya lebih unggul, sehingga lebih mudah mempromosikannya dibanding calon-calon wajah baru (alternatif).
“Masih banyak keuntungan lainnya bila mengusung petahana, meskipun fakta sudah menunjukkan, tidak semua petahana memenangkan pertarungan di Pilkada 2017 lalu,” ungkapnya.
Terkait sikap sejumlah parpol besar yang sudah memutuskan arah dukungannya ke petahana, tentu saja rekomendasi Pilkada Lebak yang paling menjadi sorotan. Sebab pasangan petahana (Iti-Ade) nyaris didukung semua parpol yang memiliki kursi di DPRD Lebak.
Tidak terbendungnya calon petahana di Pilkada 2018, lanjut Leo, membuat fenomena politisi pindah partai atau istilah lain dalam politik disebut juga lompat pagar kembali menyeruak ke publik. Fenomena ini memang bukan khas Banten atau Indonesia saja, tapi juga di negara lain juga begitu. (Soe)