Jakarta, Semartara.News — Ketua Presidium Nasional Jaringan Kerja Akar Rumput Bersama Ganjar (Jangkar Baja) I Ketut Guna Artha mengatakan, sosok Capres Ganjar Pranowo memiliki pribadi yang otentik dan konsisten.
Hal itu, kata dia, dilihat dari rekam jejak Ganjar Pranowo sejak saat menjadi anggota DPR RI, dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber.
Menurut Igat (panggilan I Ketut Guna Artha), dukungan rakyat baik melalui kelompok relawan maupun individu kepada sosok Capres yang memiliki kwalitas personal yang baik tentu dialami melalui proses dialektika dan emosi yang berbeda.
“Ada yang mengenal sosok Ganjar Pranowo saat bareng di SMA, saat menjadi mahasiswa UGM, saat menjadi anggota DPR-RI dan saat mengemban amanat sebagai Gubernur Jawa Tengah,” ungkap Igat yang juga sebagai Jubir Tim Pemenangan Nasional Ganjar Mahfud (TPN GM), dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Dia menyebut, ditengah derasnya media sosial yang bisa memanipulasi dengan kepalsuan (artifisial), baginya pemimpin yang memiliki pribadi otentik itu sangat penting. Karena otentik itu ada nilai kejujuran, bukan pencitraan apalagi drama.
“Jujur itu harus menjadi karakter. Pemimpin itu adalah tauladan, bagaimana jika pemimpin tidak jujur? Pemimpin yang tidak jujur tak akan konsisten antara pikiran ucapan dan tindakannya. Ini bukan persoalan menu makanan yang pagi bisa tempe sorenya tahu tapi konsistensi dalam hal yang prinsip. Karena kepemimpinan itu harus tunduk pada konstitusi,” jelas Igat.
Igat mengungkapkan, gambaran pribadi yang otentik dan konsisten ini disimpulkan setelah mengkonfrontir dengan pengalaman teman-temannya Ganjar Pranowo semasa sekolah dan menjadi mahasiswa UGM.
“Artinya penilaian kami selama ini tentang sosok Mas Ganjar Pranowo sebagai sebuah “harapan” masa depan Indonesia menambah keyakinan kami bahwa beliau bisa dipercaya akan teguh dengan komitmennya. Beliau orang yang visioner dan berkemauan keras untuk mewujudkannya apalagi berpasangan dengan pendekar hukum Prof Mahfud MD yang sederhana, tegas berlatar belakang santri sebagai panduan moral. Karena orang pinter itu banyak tapi bangsa Indonesia butuh pemimpin cerdas dan berintegritas,” ujarnya.
“Oleh karena itu dialektika yang kami rangkum dari aspirasi dan pemikiran dalam tulisan-tulisan kami dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ini sangat relevan untuk mendukung visi Ganjar-Mahfud 2024 menuju Indonesia Unggul,” imbuhnya.
Visi Indonesia Unggul Ganjar-Mahfud 2024
Selanjutnya Igat menyatakan, ada konsekwensi yang harus dibayar ketika bangsa ini mengkhianati arti persatuan.
Apakah mampu mengelola sebuah perbedaan menuju kemajuan atau terjebak dalam euforia kebebasan yang menghakimi perbedaan?
Saat ini, kata dia, Indonesia dalam situasi menghadapi sejumlah tantangan diantaranya:
1) Demokratisasi (politik identitas, politisasi agama, money politik, politik belum dimaknai sebagai adu gagasan/program)
2) Disrupsi (perubahan secara besar-besaran, terutama dalam teknologi informasi)
3) Degradasi mental (meningkatnya kejahatan intelektual dan belum maksimalnya penegakan hukum)
4) Distorsi informasi (media sosial masih dibanjiri hoaks)
5) Distrust (krisis kepercayaan)
6) Delusi (tidak bisa membedakan fakta dan bukan)
7) Defisit (berkurang/hilangnya sumber penghasilan dampak Covid dan dampak perang)
Faktor tersebut sangat mempengaruhi upaya bangsa Indonesia untuk mencapai lompatan menuju bangsa maju yang diproyeksikan sebagai 5 (lima) negara dengan kekuatan ekomoni terbesar di tahun 2045.
Menurut Igat, Indonesia memilki Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang besar sebagai modal mencapai negara maju.
Ketika negara maju saat ini mengalami krisis angkatan kerja usia produktif, Indonesia malah mendapatkan bonus demografi.
Maka tidak bisa ditawar bahwa meningkatkan kualitas SDM diberbagai sektor, efisiensi, peningkatan produktifitas dan daya saing serta melakukan riset dan inovasi merupakan sebuah kebutuhan.
“Revolusi mental harus diinjeksi secara terus menerus serta membangun paradigma untuk tak lagi kita berorientasi continental karena faktanya kita belum optimal memanfaatkan potensi laut/maritim, tak lagi menunda-nunda waktu karena produktifitas membutuhkan kerja cepat dan terukur, tak lagi tergantung kekayaan alam berlimpah karena tanpa kualitas SDM kita hanya akan jadi penonton di negeri sendiri,” ucapnya.
“Dalam memperkuat demokratisasi dengan meningkatkan ruang partisipasi maka harus ada komitmen menghormati perbedaan dan tidak boleh merampas kemerdekaan hak asasi orang lain. Tidak mengaduk-aduk ruang publik dengan ranah privat dengan politik identitas (Memaknai Sumpah Pemuda dan Alat Perjuangan, 28/10/2022),” pungkasnya. (rilis)