Terkait kertas kraft ini, lanjut Ananta, PT Semen Indonesia ketergantungan pada impor terutama dari Rusia tadi sangat besar sekali, hingga menelan biaya mencapai Rp 960 miliar per tahun.
“Ini angka yang cukup besar, bagaimana solusi efisiensi ini Pak. Apalagi Rusia tengah perang dengan Ukraina,” ujarnya.
Kendati demikian, Anggota DPR RI Dapil Banten III Tangerang Raya itu mengapresiasi terhadap capaian kinerja PT Semen Indonesia.
Menurut Ananta, di tengah-tengah kompetisi yang luar biasa dengan adanya perang harga yang menghalalkan segala cara, namun PT Semen Indonesia masih memberikan laba Rp 3,4 triliun.
“Saya memberi apresiasi kinerja Semen Indonesia ini. Walau jika dikaitkan dengan kenaikan tarif pajak yang tadinya 20 persen menjadi 22 persen memang laba itu ada penurunan sedikit,” katanya.
Meskipun dengan capaian tersebut, Ananta tetap berharap PT Semen Indonesia bisa meningkatkan lagi perolehan labanya. Apalagi kata dia, Indonesia tengah melakukan pembangunan dimana-mana.
“Saya berharap gencarnya pembangunan ini dapat dimanfaatkan menjadi peluang untuk mendapatkan keuntungan lebih lagi bagi Semen Indonesia,” harapnya.
Menanggapi persoalan itu, Dirut PT Semen Indonesia Donny Arsal menyampaikan, bahwa Indonesia belum bisa produksi kertas kraft sendiri.
Pasalnya bahan bakunya disebut lebih spesifik dibanding kertas lainnya.
“Yang kami pahami untuk kertas itu membutuhkan yang long paper sehingga tidak putus ketika diproses. Ini belum memungkinkan dalam negeri, mungkin bahan bakunya itu agak spesifik kalau untuk yang long paper sehingga ketika dicetak tidak putus,” kata Donny.
Dengan adanya perang Rusia-Ukraina, otomatis terjadi gangguan hingga pasokan berhenti.
Atas gangguan pasokan yang terjadi dari Rusia, Dony menyebut pihaknya sedang mencari sumber lain dan mengganti bahan kertas lainnya dari kraft menjadi woven yang diproduksi sendiri.