Sosok  

Abraham Garuda Laksono: Cinta Kebangsaan yang Menyatukan

abraham garuda laksono
Abraham Garuda Laksono bicara soal cinta kebangsaan/Foto: Dok Semartara.

Banten, Semartara.News — Politisi milenial PDI Perjuangan, Abraham Garuda Laksono bicara soal cinta. Bukan cinta biasa, tapi cinta kebangsaan penuh makna.

Cinta persamaan, setara dan berdaya. Ada toleransi di dalamnya, dan keadilan sosial adalah ‘sekuntum mawar’ yang dipersembahkan sebagai tujuan.

Bukan cinta penuh polarisasi opini, anak bangsa saling menyalahkan dan menjelekan.

Salah dan benar menjadi label diperdebatkan. Tanpa cinta mereka mencari pembenaran dengan jalan sendiri-sendiri.

Merobohkan pondasi kebersamaan ribuan suku dan bahasa penghuni negeri.

“Kita butuh cinta kebangsaan. Sekarang semua persoalan bangsa diumbar. Anak bangsa berkelahi tanpa solusi, melelahkan,” ungkap Abraham.

Memang persoalan kebangsaan saat ini kompleks dan rumit. Kekuasaan menjadi dagangan laris menguntungkan bagi kelempok tertentu.

Korupsi bak bara membakar ilalang kering di padang luas sumber daya alam negara nan kaya dan berlimpah.

Yang semestinya menjadi modal untuk mensejahterakan rakyat seluas-luasnya.

Hukum jadi prajurit cemen, hanya hormat pada kekuasaan politik jelmaan Jenderal Naga Bonar. Yang menang belum tentu benar, yang kalah belum tentu salah.

Keterlibatan rakyat secara partisipatif dalam pengambilan kebijakan dinegasikan, dibungkus menjadi kesepakatan sepihak seolah-olah persetujuan.

Seperti apa yang terjadi di Rempang, Batam. Demi investasi jumbo rakyat dikorbankan.

Bagi-bagi jatah izin tambang pun ditebar bak menjaring ikan di kolam kering. Menyentuh area sensitif kelompok tertentu yang seharusnya suci dari kepentingan.

Alhasil anak bangsa pro kontra berseteru kehilangan arah dan cinta.

Ibarat penggalan lagu “Bongkar” dari musisi Iwan Fals, ‘Kalau cinta sudah dibuang. Jangan harap keadilan akan datang. Kesedihan hanya tontonan. Bagi mereka yang diperbudak jabatan’

Sebuah lirik menceritakan tentang isu-isu sosial dan politik, cocok dengan situasi kebangsaan saat ini.

Cinta yang Menyatukan

Abraham menyebut, sesungguhnya Bung Karno pendiri bangsa telah mewariskan kekuatan yang menyatukan begitu hebat yaitu gotong royong.

Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyatakan, gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama.

Gotong royong adalah ringkasan dari Pancasila sebagai wujud dasar filsafat negara yang terlahir dari kearifan peradaban bangsa Indonesia.

Gotong royong mampu menjadikan hal berbeda menjadi sama, berlandaskan kebenaran yang dapat diterima bersama.

Karenanya Abraham mengingatkan, politik bukanlah medan perang. Namun jalan menuju kesejahteraan bersama walau kita berbeda di dalamnya.

Kita butuh kebersamaan untuk mencapai tujuan berbangsa yang lebih baik di masa depan.

Dalam perbedaan, kita temukan kekuatan bersama, “Dan itulah cinta kebangsaan. Cinta yang asyik dan menyatukan,” tegas Abraham katanya.(TIM)

Tinggalkan Balasan