Ananta Wahana: Politik Itu Persoalan Cipta, Rasa dan Karsa

Ananta Wahana, Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, di Tangerang.

SEMARTARA – Terpilih sebagai anggota parlemen dalam kontestan politik lima tahunan, Pemilu, bukan sekadar garis tangan, atau faktor kebetulan saja. Namun ada upaya-upaya politik yang ditempuh dalam meyakinkan kepercayaan masyarakat bahwa sang kontestan atau Caleg memang benar-benar memiliki kemampuan, baik secara intelektul, jaringan, serta mengetahui persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

Hal ini diungkapkan oleh sosok Ananta Wahana, Anggota DPRD Provinsi Banten yang berdasarkan hasil pleno KPU Provinsi Banten berpotensi melenggang ke kursi Senayan dalam Pemilihan Legisltif (Pileg), yang digelar 17 April 2019 lalu.

“Persoalan politik, adalah persoalan cipta, rasa dan karsa, yaitu seni berkomunikasi demi sebuah tujuan, yaitu memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan dan masyarakat. Jadi, terpilih sebagai anggota legislatif itu tidak sekadar garis tangan, tetapi ada upaya-upaya perjuangan, dan bisa tampil menjadi selera masyarakat,” ujar Ananta Wahana, Senin 20 Mei 2019.

Ananta yang juga salah satu tokoh pergerakan jaman ‘now’ ini, menguraikan pengalamannya sebagai Caleg yang selalu bernasip mujur, dan selalu lolos dalam kontestan politik, bahwa keuletan serta membangun kepercayaan masyarakat adalam kunci utama kesuksesan dalam berpolitik.

“Ya seperti apa yang saya utarakan tadi bahwa persoalan politik itu persoalan cipta, rasa dan karsa. Kalau kita tidak memiliki seni dalam berpolitik, ya sulit untuk berkembang. Karena seorang pilitikus itu dituntut menjadi seorang panutan, dan harus punya banyak ide, dan betul-betul mau bekerja untuk rakyat. Ini kan yang membuat masyarakat menjadi gandrung, dan sebagai politik benar-benar menjadikebutuhan masyarakat,”paparnya.

Ditanya soal ‘money politic’, pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, sekaligus tokoh yang telah menelurkan buku “Melawan Korupsi di Banten ini, mengaku bahwa ‘money politic’ tidak 100 persen menjamin Caleg akan dipilih oleh rakyat. Terlebih rakyat sekarang sudah mulai cerdas , ditambah era keterbukaan informasi; masyarakat akan lebih mudah mengakses informasi apa pun dari berbagai media, baik media masa online, elektronik maupun media sosial.

“Kalau ada yang bermoney politic, saya pikir itu pilihan bodoh, karena merupakan kejahatan Pemilu dan menghancurkan moral bangsa. Karena juga jelas, itu diatur oleh undang-undang, dan bisa dipenjara; baik pemberi maupun penerimanya. Dan, kalau masih ada Caleg yang semacam ini, dipastikan mereka tidak memiliki kompetensi yang baik, dan jika terpilih berpotensi menjadi koruptor untuk mengembalikan modal saat ia nyaleg,” tandasnya.

Terkait pencalonannya maju sebagai Calon Anggota DPR RI periode 2019-2024, Alumni GMNI ini buka-bukaan, menghabiskan uang Rp 591 juta. “Saya Caleg DPR RI dengan biaya termurah, Rp 591 juta,” pungkasnya. (Widi)

Tinggalkan Balasan