Jakarta, Semartaranews – Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, setidaknya ada 32 ribu pengrajin tahu tempe yang sudah berhenti saat ini.
Perajin tersebut tidak lagi mampu mengatasi tekanan lonjakan harga-harga bahan baku dan pendukung usaha. Terutama, kedelai.
“Total pengrajin tempe – tahu yang terdaftar itu ada 160 ribuan. Sekitar 20% sudah kolaps. Terutama yang kapasitasnya 20 kg kedelai per hari. Yang lumayan bisa bertahan itu skala 50 kg kedelai ke atas,” kata Aip kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/2/2022).
Kebanyakan perajin bangkrut tersebut diduga banting setir jadi pengamen, tukang parkir, pengamen, atau buruh.
“Mereka sudah tidak sanggup. Karena itu, kami meminta bantuan kepada pemerintah. Sampai saat ini belum ada solusi akibat lonjakan harga kedelai,” katanya.
Dalam 3 pekan terakhir, ujar dia, harga kedelai bergerak naik. Hingga saat ini berkisar Rp10.550 per kg di perajin, dan Rp11.000 – 12.500 per kg di pasar.
“Harga kedelai naik terus. Importir itu pintar, mereka nggak menaikkan banyak sekaligus. Tiap hari atau tiap 2 hari sekali, naik Rp100 – 200 per kg. Kami baru saja rapat dengan semu Koptindo daerah. Mereka semua sudah resah,” kata Aip.
Perajin tempe – tahu di daerah, lanjutnya, berencana melakukan mogok produksi.
“Solusinya menaikkan harga. Tapi, bisnis perajin ini bukan setahun, 2 tahun bermitra dengan pedagang. Sudah berlanjut generasi ke generasi. Begitu perajin menaikkan harga diomeli pedagang, pedagang diomeli konsumen. Begitu kulturnya,” kata Aip.
Karena itu, meski tidak mendukung aksi mogok nasional, dia mengaku tidak bisa melarang jika perajin di daerah mogok produksi.
“Saya nggak bisa larang mereka, itu hak setiap warga negara. Saya hanya meminta pemerintah menyikapi ini. Apakah solusinya seperti minyak goreng.
Harganya dikunci, meski nggak mudah. Atau, subsidi perajin, terserah seperti apa bentuknya. Atau, dukung perajin naikkan harga,” kata Aip. (CNBCIndonesia)