Berita  

Holopis Kuntul Baris: Buat Kepentingan Bersama, Itulah Gotong Royong

Oleh: Ananta Wahana, SH
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Prov Banten

“HOLOPIS kuntul baris buat kepentingan bersama, itulah gotong royong. Prinsip gotong royong di antara yang kaya dan tidak kaya, di antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah saudara-saudara yang saya usulkan kepada saudara-saudara.”
(Petikan kalimat dari pidato pertama tentang Pancasila oleh Ir. Soekarno, 1 Juni 1945)

Penggunaan kata holopis kuntul baris yang berarti dalam bahasa Indonesianya adalah gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara mempunyai nilai sejarah tersendiri. Gotong royong menjadi kosa kata favorit yang sering digunakan dalam berbagai kesempatan, pidato, ceramah, pelatihan, Rapat RT, sampai dengan ngerumpi dengan tetangga atau kawan dekat. Kosa kata itu digunakan, tidak hanya dalam konteks bidang politik, tetapi dalam berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

Etimologis
Kata “gotong royong” telah menjadi kosa kata Bahasa Indonesia. Bahkan telah masuk dalam kosa kata Bahasa Malaysia (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, 1997, hal. 412). Kata itu mungkin masuk ke dalam khasanah perbendaharaan Bahasa Malaysia bersamaan dengan kata “berdikari” (hal. 142), satu istilah yang sama-sama dipopulerkan oleh Bung Karno.

Kata “gotong royong” berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya mempunyai nuansa Bahasa Jawa. Kata “gotong” dapat dipadankan dengan kata “pikul” atau “angkat”. Sebagai contoh, ada pohon yang besar roboh menghalangi jalan di suatu desa. Masyarakat mengangkatnya bersama-sama untuk memindahkan kayu itu ke pinggir jalan. Orang desa menyebutnya dengan “nggotong” atau “menggotong”. Demikian juga ketika ada seorang anak jatuh ke selokan dekat gardu desa, dan kemudian seseorang mengangkatnya untuk mengentaskan anak itu dari selokan.

Kata “royong” dapat dipadankan dengan “bersama-sama”. Dalam bahasa Jawa kata “saiyeg saeko proyo” atau “satu gerak satu kesatuan usaha” memiliki makna yang amat dekat untuk melukiskan kata “royong” ini. Ibarat burung “kuntul” berwarna putih terbang bersama-sama, dengan kepak sayapnya yang seirama, menuju satu arah bersama-sama, dan orang kemudian menyebutnya dengan “holopis kuntul baris”.

Kata gotong royong mengalami pasang surut penggunaannya mengikuti arus dan gelombang masyarakat penggunanya. Kata gotong royong telah digunakan oleh semua lapisan masyarakat, dari kalangan birokrat dan pemimpin pemerintahan sampai kalangan buruh tani, tukang ojek, sampai dengan peronda malam di kampung-kampung. Bung Karno sendiri pernah menggunakannya sebagai nama DPR Gotong Royong.

Kata “gotong royong” pernah digunakan sebagai nama SMP Gotong Royong di satu kabupaten yang terpencil. Kelompok Reyog Ponorogo menggunakan kata “gotong royong” sebagai nama kelompok kesenian rakyat ini. Bahkan tukang becak, pedagang kaki lima, atau berbagai kelompok masyarakat telah menggunakan kata “gotong royong” dan ikut mempopulerkan penggunaan kata gotong royong sebagai khasanah perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia.

Sosiologis

Kata gotong royong awalnya hidup dalam masyarakat yang mata pencarian hidupnya pertanian tradisional. Ketika orang menggarap tanah, mereka memerlukan tenaga kerja yang banyak untuk mencangkul tanah, menanam benih, mengatur saluran air, memupuk tanaman dan menyirami tanaman. Demikian juga pada saat musim panen tiba. Warga masyarakat itu bergotong royong memetik padi, mengeringkannya, serta memasukannya ke dalam lumbung.

Kata gotong royong disebut dengan kata yang berbeda-beda antara satu daerah ke daerah yang lain. Bahasa daerah di berbagai suku dalam masyarakat Bangsa Indonesia memiliki kosa kata yang bermakna sama dengan gotong royong. Kata “mapalus” adalah padanan kata “gotong royong” yang digunakan di daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Demikian juga di Bali dikenal dengan istilah “subak”, yakni satu bentuk gotong royong dalam sistem pengairan di daerah Bali. Kata yang bermakna sepadan dengan “gotong-royong” boleh saja berbeda antara satu daerah dengan daerah lain di Indonesia, namun makna kebersamaan, kerjasama, tolong menolong, saling membantu dengan penuh keikhlasan, akan tetap menjadi nilai yang terkandung dalam kata gotong royong.

Gotong-royong dan Semangat Kerakyatan

Kata “gotong royong” memiliki ciri kerakyatan, sama dengan penggunaan kata-kata demokrasi, persatuan, keterbukaan, kebersamaan, atau kata kerakyatan itu sendiri. Kata “gotong royong” telah menyatukan rakyat dari berbagai kelas dan kelompok menjadi satu kesatuan sosial dan komunitas yang dinamis. Dengan gotong royong, rakyat di suatu pedesaan, atau di suatu komunitas tertentu saling bekerja sama dalam menggarap sawah dan ladangnya, memetik hasil penen, mendirikan rumah, mengadakan hajat sunatan, menantu, atau hajatan lainnya. Dengan gotong royong, masyarakat suatu komunitas di RT atau RW bekerja bakti dalam membersihkan selokan, membangun fasilitas umum berupa sarana ibadah, sarana olah raga, sarana bermain untuk anak-anak, dan berbagai macam sarana untuk kepentingan bersama, sampai dengan hal-hal yang terkait dengan urusan pemerintahan dan pembangunan.

Gotong royong tidak hanya memiliki nilai historis yang sudah lama dalam kehidupan umat manusia di dunia dan di Indonesia pada khususnya. Gotong royong juga memiliki nilai politis, dan strategis dalam proses manajemen, bukan hanya yang terjadi dalam masyarakat kampung, suatu perusahaan kecil dan perusahaan raksasa, dalam pertandingan sepak bola, melainkan juga dalam seluruh perikehidupan bermasayarakat dan bernegara yang melibatkan elemen-elemen masyarakat yang amat majemuk, tetapi yang melibatkan elemen-elemen kemanusiaan dan kebangsaan yang multidimensional. Gotong royong, yang apabila dilaksanakan dan digerakkan dengan niat tulus, mudah-mudahan akan membuahkan hasil yang kita cita-citakan bersama. Amin. (*

Baca juga:

  1. Dandim 0506: Dugaan Adanya Teroris di Solear, Itu Tidak Benar
  2. 4 Srikandi FH Undiknas Launching dan Bedah Buku tentang Hukum Perlindungan Anak
  3. Berdiri di Atas Lahan Pemkab, Bangunan Liar di Pasar Kemis Diratakan

 

Tinggalkan Balasan