Efek Kenaikan Suku Bunga BI Bagi Sektor Properti

Jakarta, Semartara.News – Bank Indonesia (BI) telah resmi menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis poin, sehingga menjadi 4,75 persen.
Jakarta, Semartara.News – Bank Indonesia (BI) telah resmi menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis poin, sehingga menjadi 4,75 persen.

Jakarta, Semartara.News Bank Indonesia (BI) telah resmi menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) atau Suku Bunga Acuan BI sebesar 50 basis poin, sehingga menjadi 4,75 persen.

Mengutip Kompascom, Kenaikan Suku Bunga Acuan BI tentu akan berdampak pada sektor properti. Khususnya yang berkaitan dengan kredit pemilikan rumah (KPR).

Menurut Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya, hal ini memang yang dikhawatirkan. Mengingat The Fed terus menaikkan suku bunga, BI tentu harus melakukan penyesuaian.

“Bahkan dengan inflasi yang mencapai 6,25 persen, tentu jadi pertimbangan. Karena bunga acuan masih lebih rendah terhadap angka inflasi,” ujarnya , Kamis (20/10/2022).

Naiknya Suku Bunga Acuan BI akan memberi dampak yang berat bagi sebagian konsumen. Karena kedepannya akan mengalami kenaikan angsuran KPR.

Lalu bagi calon konsumen baru juga akan lebih menahan pembelian rumah seiring tingginya suku bunga.

“Apalagi dengan ketentuan angsuran maksimal 1/3 dari total pendapatan,” katanya.

Bambang menambahkan, proyek properti non-subsidi dan konsumennya bakal mendapat dampak paling berat. Sebab, bunga KPR non-subsidi mengacu pada BI7DRRR.

“Dan sekarang tren (suku bunga) akan terus naik mengikuti The Fed,” imbuhnya.

Untuk itu developer proyek non-subsidi mau tidak mau harus melakukan subsidi bunga. Agar calon pembeli tetap mampu mengangsur di tengah potensi kenaikan bunga KPR yang signifikan.

“Misal untuk 2-3 tahun pertama, agar tetap menarik konsumen. Dan dengan waktu 2-3 tahun baru ikut bunga KPR komersial, income mereka sudah naik, sehingga mampu melanjutkan angsuran normal,” tuturnya.

Dia pun berharap ada langkah pemerintah untuk mengantisipasi ancaman gagal bayar KPR serta melemahnya daya beli masyarakat.

“Saat ini relatif masih normal, hanya kalau kenaikan bunga terus terjadi, ditambah ancaman resesi, serta tahun politik 2023/2024, dikhawatirkan akan banyak bad debt,” pungkas Bambang.(Sayuti)

Tinggalkan Balasan