SEJARAH berdirinya Boedi Oetomo atau Budi Utomo tak lepas dari sosok dr. Soetomo. Karena, bersama-sama dengan kawan-kawannya di School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), Batavia (sekarang Jakarta) ia mendirikan organisasi tersebut pada 20 Mei 1908, yang kemudian menjadi awal pergerakan rakyat Indonesia.
Soetomo lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA sejak 1903, dan etelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra.
Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan Everdina Broering, yang merupakan seorang perawat Belanda.Keduanya pertama kali bertemu pada 1917, saat sama-sama bekerja di sebuah rumah sakit di Blora. Saat itu Dr Soetomo diperbantukan sebagai dokter di RS itu, sementara Everdina yang saat itu tengah sedih karena ditinggal mati sang suami, tengah mengisi kekosongan tenaga perawat di RS itu.
“Romannya yang pucat geraknya yang kurang berdaya itu, telah menarik perhatian saya. Saya ingin mengetahui penderitaan apakah yang sedang diderita oleh suster itu. Ternyata suster ini adalah orang yang lagi dirundung malang, sedang hidup dalam kesusahan,” kata dr. Soetomo seperti dilansir dalam buku ‘Kenang-kenangan Dokter Soetomo’, terbitan Penerbit Sinar Harapan, tahun 1984.
Melihat kesedihan yang dialami Everdina, dr. Soetomo yang saat itu sudah merasa tertarik terus berusaha menghibur dan berusaha menghapus kesedihan perempuan itu. Mereka akhirnya menjalin hubungan pertemanan yang berlanjut menjadi hubungan asmara.
Keduanya kemudian sepakat untuk menikah. Namun, keputusan mereka itu mendapat tentangan dari teman sepergerakan dr. Soetomo dan keluarga Everdina. Sebagai tokoh pergerakan, dr. Soetomo dianggap tak pantas menikahi seorang wanita Belanda.
Namun, mereka tak putus asa untuk tetap menjalinhbubungan asmara, hingga akhirnya merek pun menikah. Kesetiaan, kesederhanaan dan perilaku Everdina kepada suami yang mirip seperti perempuan Jawa membuat dr Soetomo semakin kagum kepada sang istri.
Dan, pada 1919, dr Soetomo mendapat beasiswa dari pemerintah Belanda untuk mendalami ilmu penyakit kulit dan kelamin di Belanda. Kesempatan itu tak disia-siakannya, dr Soetomo berusaha menjalin hubungan baik dengan keluarga sang istri. tahun 1919 sampai 1923, Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.
Lalu, pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada tahun 1930 mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935 mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).
Soetomo meninggal di Surabaya, 30 Mei 1938 pada usia 49 tahun. Berdasarkan Keppres No. 657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961 dr. Soetomo ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, dan namanya diabadikan menjadi nama salah satu rumah sakit, yaitu RSUD dr.Soetomo Surabaya. (Widi/Berbagai sumber)