Padepokan ini berlokasi di Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang. Ia memiliki ragam upaya dalam melestarikan kebudayaan. Sembari merintis, Tumaritis juga mencari jalan terang kemanusiaan.
Ananta Wahana, pendiri Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis ini berujar, Padepokan Kebangsaan ini, berdiri sejak 2010 silam itu, berada di lahan seluas 3000 meter persegi. Tempat tersebut tak pernah sepi dari aktivis.
Di samping itu, Ananta Wahana selaku pendiri menjelaskan, semangat yang ditumbuhkan dari tempat itu adalah, untuk membuat manusia menjadi lebih baik.
“Semangat yang ditumbuhkan lewat Padepokan Kebangsaan ini, adalah membuat manusia menjadi lebih baik. Bagaimana membuat orang dalam kondisi minus menjadi plus,” Ujarnya, kepada Semartara.News, Kamis (29/10/2020).
“Caranya, dengan memperbanyak silaturahmi dan diskusi yang diinisiasi padepokan,” imbuhnya.
“Kita mengumpulkan elemen-elemen mahasiswa untuk diskusi. Lalu ada taman baca. Ini, kerjasama dengan perguruan tinggi sekitar, misalnya UPH (Universitas Pelita Harapan),” jelas Ananta, yang juga anggota Komisi VI DPR RI ini.
Pembangunan rumah budaya, lanjut Ananta, dimulai sejak padepokan kebangsaan itu tak pernah sepi dari kalangan mahasiswa dan intelektual. Berada di lingkungan Padepokan, tempat tersebut sering menampilkam musik dan kesenian yang beragam.
Fasilitas Padepokan
“Ada gamelan dan keroncong, tapi tidak menutup kemungkinan musik dan kesenian lain juga ditampilkan,” papar Ananta.
Tidak hanya itu, terang Ananta, padepokan ini rutin menggelar pementasan gamelan tiap malam minggu. Satu set gamelan serta alat musik tradisional lainnya, menghiasi rumah budaya ini.
Bahkan lebih dari itu, padepokan ini menyediakan sekolah dini bagi warga sekitar. Sedangkan untuk biaya, sekolah tersebut digratiskan untuk seluruh warga Kelapa Dua. Bahkan Padepokan Tumaritis ini beberapa waktu terakhir, pernah dijadikan tempat pengungsian warga dari Vietnam, Afganistan dan Iran. Di sini, anak-anak mereka juga banyak yang disekolahkan.
“Disini dulu anak-anak tidak sekolah, kita bikin Paud gratis. Karena, anak-anak sudah tidak masa paud lagi, jadi kita bikin Sekolah Dasar (SD),” jelas Ananta.
Selain fasilitas pendidikan dan kebudayaan, padepokan kebangsaan ini juga memiliki fasilitas rumah ibadah, seperti Mushollah dan air bersih. Masyarakat sekitar, juga diikut sertakan dalam pengelolaan dan pemanfaatannya.
Terkait air bersih, padepokan ini juga ikut mengatasi kelangkaan air, bagi masyarakat sekitar. Saat kemarau tiba, hampir 300 kepala keluarga menggantungkan kebutuhan air bersih di padepokan ini.
“300 KK juga bergantung air dari sini. Karena, di sini sumurnya satelit, 125 meter,” katanya. Karena pendiriannya ‘hanya’ bermodal semangat yang tulus, tutur Ananta, maka cukup banyak bantuan yang berdatangan. Salah satunya, Corporate Social Responsibility (CSR) dari Hutama Karya (HK).
“Karena menarik, maka HK datang ke sini dan ikut CSR,” ujarnya. Perkiraan awal, pembangunan ini ditaksir membutuhkan anggaran sekitar 450 juta. Namun Ananta mengaku, dirinya mampu menekan biaya dengan material berkualitas, tapi harganya murah. Selain itu, Ia mempekerjakan warga sekitar pada proses renovasi. Alhasil, ia menghabiskan CSR dari HK hanya sekitar 250 juta.
“Kita juga membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar saat sedang membangun ini,” tutup Ananta.