Salah satu akses jalan itu adalah yang disebut-sebut ‘Tembok Ratapan’. Akses jalan tersebut dibuka sekitar tahun 1999 dan diblokade warga pada 2004 saat isu pendirian gereja mencuat.
Kemudian pihak Yayasan Sang Timur juga berupaya membuka jalur masuk dengan cara membeli lahan warga dengan perjanjian akan diperuntukan akses jalan menuju komplek pendidikan.
Namun warga yang sudah dibebaskan lahannya itu setelah pelunasan mengingkari dan lagi-lagi akses jalan masuk itu diblokade warga.
“Pada waktu kami membuat pintu gerbang untuk masuk. Warga Komplek Barata menutup dengan merantai dan mengancam pidana bagi yang membuka blokade itu,” ujar Suster.
Sementara itu, Penasehat Hukum Yayasan Sang Timur, Hari Wijayanto menyatakan, bahwa pihaknya sudah melakukan identifikasi tanah yang dibeli oleh Yayasan Sang Timur.
Dan berdasarkan hasil penelusuran selama 6 bulan, setidaknya ada 10 girik tahun 1989 dan beberapa sertifikat yang sudah dikuasai Sang Timur.
Sempat dokumen tanah milik Yayasan Sang Timur tersebut tidak diketahui keberadaannya. Namun setelah diurus dan ditelusuri dokumen tanah tersebut sudah didapat.
“Dalam waktu dekat ini kami akan memproses kepemilikan lahan itu. Dan kami juga akan berkirim surat kepada Wali Kota Tangerang mengajukan permohonan agar akses jalan yang diblokade itu bisa segera dibuka,” imbuhnya.
Diketahui, kunjungan Ananta Wahana ke Sekolah Sang Timur selain didampingi Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo, juga Mika, Anggota Komisi IV.(Tim)