Serang, Semartara.News – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten berhasil melakukan penangkapan terhadap Charlie Chandra, yang berusia 48 tahun dan dikenal sebagai CC, terkait dengan kasus pemalsuan dokumen tanah seluas 8,7 hektare di PIK 2. Penangkapan ini dilakukan secara paksa di kediamannya pada Senin, 19 Mei 2025, sekitar pukul 19.00 WIB.
Kombes Pol Dian Setyawan, selaku Dirreskrimum Polda Banten, menjelaskan bahwa berkas perkara CC telah dinyatakan lengkap atau P21 pada Jumat, 16 Mei 2025. Dengan demikian, pada Sabtu, 17 Mei 2025, penyidik berusaha untuk menjemput CC di rumahnya yang terletak di Jakarta Utara.
Namun, CC tidak menunjukkan sikap kooperatif dan bahkan membuat video yang menyatakan bahwa tindakan polisi tidak sesuai prosedur. Dalam podcast yang ia buat, CC mengklaim bahwa ia belum pernah diperiksa atau di BAP sebagai tersangka. “Padahal, CC sudah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, tetapi menolak untuk di BAP,” ungkap Kombes Dian dalam konferensi pers pada Selasa, 20 Mei 2025.
Setelah video tersebut viral, Dian melanjutkan, penyidik berusaha melakukan pendekatan persuasif dengan melibatkan Ketua RT/RW, petugas keamanan, penasihat lingkungan, kapolsek, bhabinkamtibmas, dan koramil. Namun, CC tetap tidak kooperatif.
“Karena itu, kami mengambil langkah tegas dengan melakukan penangkapan paksa dan berhasil mengamankan CC untuk dibawa ke Polda Banten,” ujarnya.
Kombes Dian juga menambahkan bahwa setelah penangkapan, muncul podcast yang berusaha menggiring opini bahwa Polda Banten melakukan penculikan. Namun, ia menegaskan bahwa tindakan tersebut adalah langkah hukum yang sah.
“Karena CC mengabaikan hukum setelah berkasnya dinyatakan P21, kami akan segera melimpahkan berkas dan barang bukti ke kejaksaan,” jelasnya.
Sementara itu, AKBP Mirodin, Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Banten, menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada CC dan keluarganya sebelum akhirnya melakukan penangkapan paksa setelah lebih dari 2×24 jam.
“Penyidik melakukan koordinasi dan penangkapan paksa terhadap CC pada pukul 19.00 WIB, di mana petugas terpaksa mendobrak pintu rumah CC,” terangnya.
Mirodin menambahkan bahwa penangkapan ini dilakukan karena CC telah berulang kali berusaha mengelabui petugas. Kuasa hukum CC sempat memposting video yang menunjukkan CC memenuhi panggilan penyidik, tetapi ternyata itu adalah saudaranya yang mirip, dan CC tidak hadir.
“Pada hari video tersebut diposting, petugas melihat CC di lantai dua rumahnya, mengenakan kaos berkerah biru muda dan celana hitam, bahkan sempat melambai kepada polisi. Hal ini membuat kami memutuskan untuk melakukan penangkapan paksa,” tegasnya.
Sebelumnya, CC telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen oleh Ditreskrimum Polda Banten sejak 16 November 2023.
Penyidik telah memanggil CC untuk pemeriksaan pertama pada 22 April 2025, tetapi CC tidak hadir. Pada 25 April 2025, penyidik kembali mengirimkan surat panggilan untuk pemeriksaan kedua.
Pada 29 April 2025, CC datang ke Polda Banten didampingi kuasa hukumnya untuk memenuhi panggilan penyidik. Kemudian, pada 15 Mei 2025, penyidik menerima surat P21 dari Kejaksaan Tinggi Banten yang menyatakan bahwa berkas perkara CC telah lengkap. Pada Sabtu, 17 Mei 2025, penyidik berusaha menjemput CC di kediamannya, tetapi tidak berhasil.
Modus Operandi
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Banten, AKBP Meryadi, menjelaskan bahwa insiden ini terjadi pada Februari 2023 di Kantor Notaris dan PPAT Notaris Sukamto, S.H., M.Kn, yang berlokasi di Jalan Taman Kutabumi Blok C.21/23, Kelurahan Kutabumi, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, serta di kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang terletak di Kelurahan Kaduagung, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
“Modus operandi tersangka CC adalah melakukan proses balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) dari atas nama Sumita Chandra ke atas nama CC, meskipun ia mengetahui bahwa sertifikat tersebut telah dibatalkan berdasarkan SK Kanwil BPN Provinsi Banten Nomor: 3/Pbt/BPN.36/III/2023 tanggal 3 Maret 2023,” ungkapnya.
“Hal ini terjadi karena SHM tersebut diterbitkan berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) yang dipalsukan, di mana sidik jari penjual, The Pit Nio, telah dipalsukan. Ini dibuktikan dengan adanya putusan pidana Nomor: 596/PID/S/1993/PN/TNG tanggal 16 Desember 1993. Dalam proses balik nama SHM tersebut, tersangka CC juga membuat surat pernyataan penguasaan fisik yang menyatakan bahwa ia telah menguasai fisik tanah berdasarkan SHM tersebut, padahal sebenarnya ia tidak pernah menguasai tanah itu,” tambahnya.
Kronologi Kejadian
Dirreskrimum Polda Banten, Kombes Pol Dian Setyawan, menjelaskan kronologi kejadian. “Awalnya, almarhum The Pit Nio memiliki tanah dengan bukti kepemilikan berupa SHM No. 5/Lemo seluas 87.100 m², yang terletak di Desa Limo, Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Pada tahun 1982, The Pit Nio menjual tanah tersebut kepada Chairil Widjaja melalui Akta Jual Beli No. 202/12/I/1982 tertanggal 12 Maret 1982. Kemudian, pada tahun 1988, Sumita Chandra mengklaim tanah tersebut berdasarkan Akta Jual Beli No. 38 tanggal 9 Februari 1988 antara Chairil Widjaja sebagai penjual dan Sumita Chandra sebagai pembeli,” jelas Dian.
Dian menambahkan bahwa Chairil Widjaja memperoleh SHM No. 5/Lemo dari Paul Chandra yang menggadaikannya kepada Chairil Widjaja dan melakukan pemalsuan cap jempol The Pit Nio di Akta Jual Beli No. 202/12/I/1982. Peristiwa pemalsuan ini telah dilaporkan ke polisi, dan pada 16 Desember 1993, pengadilan mengeluarkan putusan Nomor: 596/PID/S/1993/PN/TNG yang menyatakan bahwa Paul Chandra terbukti bersalah melakukan pemalsuan.
“Pada tahun 2014, ahli waris The Pit Nio melaporkan kasus ini dengan nomor LP/2271/VI/2014/PMJ/Ditreskrimum pada 19 Juni 2014, dengan terlapor Chairil Widjaja dan Sumita Chandra. Dalam penyidikan, ditemukan fakta hukum yang menunjukkan bahwa AJB No. 202 diduga palsu. Sumita Chandra kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Desember 2014, namun melarikan diri ke Australia dan meninggal pada 16 November 2015,” ungkap Dian.
Dian juga menyebutkan bahwa ahli waris Sumita Chandra saat ini masih menguasai Sertifikat Hak Milik No. 5/Lemo tanpa hak dan bertindak seolah-olah sebagai pemilik sah, meskipun ada putusan pengadilan yang menyatakan adanya tindak pidana pemalsuan.
“Pada 8 dan 17 November 2021, PT. Mandiri Bangun Makmur, sebagai kuasa ahli waris The Pit Nio, mengirimkan somasi kepada CC dan ahli waris Sumita Chandra untuk mengembalikan Sertifikat Hak Milik No. 5/Lemo, namun tidak ada itikad baik dari mereka untuk mengembalikannya,” katanya.
“Pada 28 Desember 2021, kuasa hukum PT. Mandiri Bangun Makmur melaporkan dugaan penggunaan surat palsu dan penggelapan, tetapi laporan tersebut dicabut pada 27 Maret 2023 setelah mengetahui bahwa CC telah mengajukan permohonan balik nama Sertifikat Hak Milik No. 5/Lemo,” tambahnya.
Barang bukti yang diamankan meliputi:
1. Formulir surat lampiran 13 permohonan balik nama
2. Formulir surat kuasa
3. Formulir surat pernyataan tanah yang telah dipunyai pemohon/keluarga
Dian menjelaskan bahwa peran CC adalah mengaku sebagai pemilik tanah berdasarkan SHM atas nama Sumita Chandra dan melakukan proses balik nama SHM untuk keuntungan pribadi.
“Tersangka dikenakan Pasal 263 KUHPidana Jo Pasal 55 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun. Polda Banten telah mengirimkan berkas perkara (Tahap I) dan perkara ini telah dinyatakan lengkap (P21) oleh JPU,” tutup Dian. (*)