Event Jakcloth di Tangerang Menuai Kritik oleh Pengrajin Lokal

SEMARTARA, Kabupaten Tangerang (1/6) – EVENT Jakarta Clothing (JakCloth) yang terselenggara di Area Mardi Gras Citra Raya, Kabupaten Tangerang, diikuti para peserta dari berbagai daerah, mulai dari beberapa kota di Pulau Jawa hingga Manado. Namun, perhelatan event yang kali ini lebih mengusung pesta rakyat ini menuai kritikan, dari Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA). Pasalnya, tidak satupun peserta berasal dari Kabupaten Tangerang. Padahal, Kabupaten Tangerang juga memiliki produk lokal yang juga layak untuk ikut dalam kegiatan tersebut.

Ketua Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA) Widi Hatmoko mengaku kecewa, karena para produsen sepatu dan sandal di Tangerang tidak bisa ikut dalam ajang tersebut. Widi mengatakan, pihaknya baru mendapat informasi sekitar dua minggu sebelum event digelar. Lalu, ia menghubungi pihak panaitia JakCloth, tetapi baru ditemui dua hari sebelum event digelar.

“Kita baru ditemui panitia dua hari sebelum event berjalan, padahal kita sudah komunikasi berkali-kali lewat WA, hanya dibaca dan tidak digubris sama sekali. Memang, dengan berbagai negosiasi, mereka memberikan kesempatan, tapi kita disuruh cari tenda sendiri. Dengan jeda waktu yang sangat mepet, ya tidak mungkin kan. Kalau memang mau mengangkat tema pesta rakyat, produk lokal yang layak ikut dalam event tersebut ya harus diinformasikan jauh-jauh hari, jangan begini, udah mepet dan sudah penuh baru mau ditemui. Apalagi di Tangerang ini juga banyak produk sepatu dan sandal yang layak untuk diikutkan,,” ujar Widi Hatmoko, Jumat (1/6).

Menurut Widi, hal ini juga harus menjadi evaluasi dari pihak JakCloth, agar tidak berkesan hanya mengeruk keuntungan dari masyarakat di wilayah tempat event berlangsung, tetapi tidak memberdayakan masyarak lokal.

“Ini sih masalah etika, bagaimana bisa bersinergi dengan masyarakat. Tapinya, kalau mau cari untung, bikin event besar-besaran, potensi lokal tetap jangan dilupakan. Masyarakat lokal jangan cuma jadi penonton, jadi konsumen tok. Karena masyarakat lokal juga kan punya potensi yang bisa dibanggakan,” katanya.

Apalagi, kata Widi, saat ia bertemu dengan beberapa panitia mengatakan bahwa pihak penyelenggara juga mengedepankan pemberdayaan dan kepedulian terhadap masyarakat lokal. Namun nyatanya, pemberdayaan yang dikatakan oleh pihak panitia, diberikan setelah berbagai negosiasi, itu pun tidak maksimal, pelaku usaha lokal diminta untuk cari tenda sendiri.

“Itu artinya, pihak panitia memang tidak ada persiapan soal pemberdayaan masyarakat lokal, hanya bicara setelah pelaku usaha lokal meminta-minta, itu pun suruh cari tenda sendiri. Berarti memang tidak ada kan. Kami juga diminta untuk minta rekomendasi dari pihak Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Tangerang, tapi kan dinas kaget, kenapa kok mendadak. Dan dari dinas sendiri, sangat-sangat mendukung, apalagi dinas juga sedang gencar mempromosikan produk-produk lokal,” paparnya.

Widi berharap, ke depan, jika panitia JakCloth menggelar event di daerah-daerah, jangan sampai terjadi hal seperti ini, jangan sampai masyarakat lokal hanya jadi penonton. “Paling tidak ada sinergitas lah, jadi event organizer tidak hanya terkesan mengeruk keuntungan, setelah itu pergi entah bikin event di mana lagi,” tandasnya.

Menanggapi hal tersebut, Media Relation Jacklot, Ade Rahma menjelaskan, Jakcloth merupakan event pengusung produk lokal berbasis Clothing Distro. Jacklot bersinergi dengan pengusaha-pengusaha clothing lokal di Indonesia. “Scoop kami khusus pada produk fashion clothing saja, Head to Toe. Yang bisa ikut event kami hanya produk fashion dengan kategori tersebut, di luar itu kami tidak bisa ikut sertakan,” kata Ade, saat dikonfirmasi melalui selulernya.

Karena, sambung Ade, pihaknya memang menjadikan event ini sebagai event yang ditunggu-tunggu. Sebab kata dia, khusus di event kali ini juga, pihaknya membawa produk fashion clothing dari para pengusaha clothing di seluruh Indonesia. Dengan segmentasi pasarnya dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Selain itu, untuk ikut bergabung dalam event, juga harus melalui prosedural yang menurutnya tidak sebentar.

“Jadi tidak semua produk bisa masuk ke dalam event ini. Kami sangat selektif dalam hal ini, karena kami mempertahankan image kami sebagai the biggest youth event,” tukasnya.

“Kami juga mengecek kwalitas produk tenant kami terlebih dahulu. Dan kalau oke, mereka membayar sewa, lalu menentukan tempat. Setiap event setidaknya butuh 3 bulan untuk arrange semua itu,” imbuhnya. (Helmi)

Tinggalkan Balasan