Jakarta, Semartara.News – Beberapa jam setelah Joe Biden dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46 pada 20 Januari lalu, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menggelar press briefing mengenai pelantikan Biden dan retreat para menteri luar negeri ASEAN selama keketuaan Brunei Darussalam.
Ada banyak nada positif yang disampaikan Retno, terutama harapan menguatnya kembali multilateralisme setelah selama sekitar empat tahun terakhir ASEAN terkena getah unilateralisme Donald Trump yang memicu kekuatan besar lain berlaku serupa.
Indonesia merasa unilateralisme berpengaruh buruk terhadap kesatuan dan sentralitas ASEAN yang selama 50 tahun terakhir membuat Asia Tenggara stabil. Padahal ASEAN tidak sehomogen kebanyakan organisasi kawasan lain, termasuk Uni Eropa yang beranggotakan negara-negara berpenduduk mayoritas kristen atau Liga Arab yang anggota-anggotanya berpenduduk mayoritas Muslim.
Sebaliknya, ASEAN sangatlah unik karena menghimpun negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim (Indonesia, Malaysia dan Brunei), mayoritas Budha (Singapura, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam), dan mayoritas Katolik (Filipina). Negara-negara ASEAN juga menganut sistem politik berbeda-beda, dari yang menganut sistem demokrasi langsung bahkan Indonesia dan Filipina cenderung seliberal Barat, sosialis-komunis (Vietnam dan Laos), monarki konstitusional (Malaysia, Thailand dan Kamboja), sampai monarki absolut (Brunei).
Ironisnya tak ada gelagat satu pun anggota ASEAN untuk bercerai dari blok ini seperti dialami Uni Eropa yang tahun ini resmi kehilangan Inggris. Sementara, dibandingkan Liga Arab yang berulang kali gagal menjadi mekanisme kawasan khususnya dalam mencegah konflik di antara mereka, ASEAN justru merupakan blok kawasan yang jauh lebih efektif.
ASEAN memiliki mekanismenya sendiri dalam menangani konflik. Dalam soal Myanmar misalnya, secara umum ASEAN menolak ikut campur terlalu dalam pada urusan dalam negeri anggotanya tetapi tak mau menutup mata terhadap penindasan yang terjadi di Myanmar. Dalam banyak hal, ASEAN menginginkan pendekatan yang mendorong perubahan gradual seperti hadirnya kembali demokrasi di Myanmar meskipun belakangan dikotori oleh populisme kanan yang membuat kaum minoritas, khususnya Rohingya, tertindas.
ASEAN yang berada di persimpangan dunia juga enggan ditarik ke mana-mana. Dan pesan ini ditegaskan kembali Retno dalam press briefing itu bahwa “penting bagi ASEAN untuk mengirim pesan kepada semua negara mitra, termasuk kepada administrasi baru AS agar semua mitra ASEAN menghormati prinsip-prinsip tersebut (kesatuan dan sentralitas)”. Pesan ini juga berlaku untuk China.
Tiga peran Presiden Joe Biden (halaman selanjutnya…)