Partai Demokrat Berharap Presidential Threshold Dihapus

Partai Demokrat
Logo Partai Demokrat. (Foto – Istimewa)

Jakarta, Semartara.News – Partai Demokrat berharap Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang Nomer 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu), menghapus atusan mengenai ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Threshold).

Alasannya, agar semua partai politik yang lolos ke parlemen, punya hak untuk mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden. Dengan begitu, masyarakat punya banyak pilihan calon pemimpin mereka di Pilpres 2024 mendatang.

“Partai Demokrat berharap parpol-parpol lain yang benar-benar pro-demokrasi dan pro rakyat, sama-sama berusaha memperjuangkan penghapusan ambang batas presiden ini,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, dilansir LKBN Antara di Jakarta, Sabtu (16/1/2021).

Herzaky mengatakan, Partai Demokrat memetik pengalaman dari Pilpres sebelumnya yang kental dengan polarisasi politik, dan terbelahnya masyarakat Indonesia akibat, hanya memiliki dua calon presiden pada tahun 2014 dan 2019. Potensi perpecahan itu, bisa dicegah agar tidak terjadi kembali di Pilpres 2024 dengan penghapusan ambang batas pencalonan Presiden yang ada saat ini.

“Sangatlah jahat jika ada pihak-pihak yang memilih mempertahankan polarisasi dan keterbelahan masyarakat, dengan memaksakan kembali hanya ada dua capres di Pilpres 2024 demi kekuasaan semata,” jelasnya.

Selain soal ambang batas Presiden, Herzaky menambahkan, Partai Demokrat juga belum melihat urgensi dari peningkatan ambang batas parlemen. “Peningkatan ambang batas parlemen hanya akan membuat semakin banyak suara rakyat yang terbuang sia-sia,” tambahnya.

Merujuk pada Pemilihan Legislatif 2014, jika ambang batas parlemen dinaikkan ke 5 persen saja, lanjut Herzaky, maka akan ada 19,8 juta suara yang terbuang sia-sia, meningkat dari 13,5 juta suara dengan ambang batas 4 persen yang kemarin berlaku.

Sedangkan jika ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 7 persen, maka, Partai Amanat Nasional (PAN) yang memiliki 6,84 persen suara (9,5 juta suara), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memiliki 4,52 persen suara (6,3 juta), tidak akan lolos.

Berarti, kata dia, akan ada 29 juta suara sah yang bakal terbuang atau menjadi wasted vote. Itu setara seperlima suara sah di tahun 2019. Peningkatan ambang batas parlemen pun bisa memberangus keberagaman dan keterwakilan masyarakat di parlemen.

Adanya tokoh-tokoh potensial, yang punya komitmen tegas dan jelas dalam memperbaiki kehidupan politik, memiliki ide-ide alternatif, tidak berhasil masuk parlemen karena parpolnya terjegal ambang batas parlemen yang terlalu tinggi.

“Mesti diingat, masyarakat Indonesia ini sangat beragam. Unsur keberagaman dan keterwakilan ini, seharusnya menjadi semangat utama dalam menentukan ambang batas parlemen,” kata Herzaky.

Demokrat juga meminta revisi UU Pemilu tidak memberangus keberadaan partai lokal.

“Keberadaan partai lokal harus tetap dipertahankan, karena merupakan hasil kesepakatan damai bersama antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang tertuang dalam nota kesepahaman Helsinski,” kata dia menandaskan.

Tinggalkan Balasan