Ananta, Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Harus Terintegrasi

Ananta Wahana Anggota DPR-RI Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan. Foto: Ekslusif

Jakarta, Semartara.News – Serapan belanja anggaran penanganan Covid-19 masih sangat rendah. Realisasi penyerapan stimulus untuk penanganan Covid-19 baru mencapai Rp 145 triliun dari total sebesar Rp 695 triliun. Artinya, anggaran yang terpakai baru 20%. Rendahnya serapan belanja anggaran penanganan Covid-19 terindikasi bahwa, lembaga kementerian yang menangani belum menempatkan ini sebagai program prioritas.  

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan terus menyoroti tentang lambannya realisasi anggaran pemerintah dalam penanganan Covid-19. Keluhan ini bukan tanpa alasan, sebab belanja pemerintah menjadi tumpuan untuk mengangkat perekonomian pada kuartal III 2020, terutama agar terhindar dari resesi ekonomi. Jokowi mengatakan, anggaran pemerintah yang besar akan percuma jika tak bisa dibelanjakan secara cepat bagi kepentingan rakyat.

Sebagai informasi, Total alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 terdiri dari biaya kesehatan sebesar Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, bantuan UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 537,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp 106,11 triliun.

Menyikapi hal ini, Komisi VI DPR RI menyarankan pemerintah agar kebijakan yang difokuskan dalam penanganan Covid-19 dibarengi paket kebijakan penyelamatan UMKM (usaha mikro kecil dan menangah) yang selama ini jadi tumpuan ekonomi kerakyatan.

Anggota Komisi VI, Nevi Zuairina dan Ananta Wahana hampir senada menyatakan hal itu, di Jakarta, Senin (07/09). Mereka menyarankan, paket penangan Covid-19 dan penyelamatan UMKM menjadi satu kesatuan yang terintegrasi.

Menurut Nevi, kebijakan yang tepat dilakukan sekaligus akan menahan serangan resesi sebagai dampak pandemi, adalah  dengan memperkuat pondasi ekonomi kerakyatan. Langkah ini  seharusnya bias terintegrasi dengan penanganan kesehatan.

“Selama ini persoalan mendasarnya adalah daya serap anggaran yang telah ditetapkan untuk penanganan COVID-19 sangat minim jauh dari harapan, yaitu hanya Rp 145 triliun dari anggaran Rp 695 triliun di penghujung Juli 2020. Apabila kondisi seperti ini diteruskan, tidak akan selesai-selesai persoalan wabah ini,” ujar Nevi.

Nevi meyakini bahwa bantuan kepada rakyat melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dapat memperkuat ekonomi kerakyatan. “Ancaman resesi dan krisis sosial yang dihadapi negara masih bisa terselamatkan apabila pemerintah disiplin dan fokus pada persoalan kesehatan dengan porsi besar berbarengan dengan penyelamatan ekonomi nasional yang berfokus pada UMKM,” jelasnya.

Terkait mendorong pertumbuhan UMKM, Ananta menilai Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mestinya di masa pandemi ini bisa mendapatkan lebih dari pagu anggarannya, mengingat sedikitnya 48 persen penduduk Indonesia  mendapatkan nafkah penghasilannya dari sektor informal dan UMKM.

Terlebih, lanjut Ananta, UMKM dan Koperasi itu merupakan tulang punggung perekonomian kerakyatan yang terbukti bisa bertahanan dari hantaman krisis ekonomi seperti pada 1998.

Menurutnya, kemenkop UKM perlu  membuat kebijakan yang sinkron untuk setiap koperasi. “Contohnya soal  suku bunga pinjaman usaha di masa pandemi ini, jangan setiap koperasi justru kebijakannya berbeda-beda,”pungkasnya

Tinggalkan Balasan