Lampung, Semartara.News – Guna mewujudkan jalan tol hijau dan ramah lingkungan sekaligus untuk mengatasi masalah sampah organik yang berada di sekitar Rest Area Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS).
PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) HK Peduli Lingkungan berinovasi menciptakan Unit Pengolahan Sampah (UPS) dengan menggunakan media lalat ‘tentara hitam’ di yang berlokasi di rest area 215B Tol Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (Terpeka).
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Tjahjo Purnomo mengatakan bahwa pembangunan unit pengolahan sampah organik di Rest Area 215B Tol Terpeka ini merupakan inisiasi Hutama Karya untuk mengurangi jumlah sampah organik yang berada di sekitar rest area untuk dihasilkan menjadi produk baru yang dapat dimanfaatkan.
“Pembangunan Unit Pengolahan Sampah Organik di Rest Area 215B Terpeka ini, sudah dilakukan sejak (14/9) dan secara efektif mulai dioperasikan untuk pengolahan sampah pada satu bulan setelahnya yakni (14/10) hingga saat ini,” katanya.
“Sejak resmi dioperasikan, UPS di Rest Area 215B Tol Terpeka ini mampu menampung maggot dan BSF sebanyak 5000 Maggot BSF. Dari jumlah Maggot dan BSF tersebut selanjutnya dapat mengolah sampah organik di Rest Area menjadi Pupuk Super Organik, Pupuk Kasar dan Kasgot sebanyak 2,5 Kg dari 10 Kg sampah organik yang diolah per harinya,” ujar Tjahjo di sela-sela peninjauannya pada Sabtu (26/11) lalu.
Lebih lanjut Tjahjo menambahkan bahwa selain untuk pengolahan sampah organik dengan metode Black Soldier Fly (BSF) / lalat tentara hitam, kedepannya unit pengolahan sampah ini dapat dijadikan salah satu sarana rekreasi dan edukasi bagi pengguna jalan tol yang ingin mengetahui cara mengolah sampah organik yang baik dan benar serta memiliki nilai ekonomis.
Program ini bekerja sama dengan Yayasan Berkah Bersama Abadi (BBA) dan Divisi Operasi & Pemeliharaan Jalan Tol (OPT) melalui program “HK Peduli Lingkungan”.
Pengolahan sampah organik menggunakan teknik Bio-Conversion Fly (BSF), dimana dari lalat tentara hitam dewasa akan menghasilkan Maggot BSF yaitu sejenis ulat atau larva yang dapat hidup subur dengan mengkonsumsi limbah sampah organik yang berasal dari sisa-sisa makanan pengguna jalan tol di Rest Area 215B Tol Terpeka.
Nantinya hasil pengolahan sampah yang berupa pupuk organik dan maggot juga dapat menjadi salah satu peluang usaha baru.
“Dengan metode ini, nantinya sampah organic yang diolah akan menghasilkan 2 produk yaitu pupuk organik dengan tingkat amonia lebih tinggi dari pupuk kompos serta larva BSF yang dapat dijadikan sebagai pakan pendamping ternak ikan dan unggas,” katanya.
“Sehingga memiliki peluang bagi masyarakat di sekitar Rest Area 215B Tol Terpeka untuk dikembangkan lebih lanjut. Hingga saat ini hasil pengolahan sampah organik dari UPS berupa pupuk organik dan pupuk organik kasar telah diaplikasikan langsung ke beberapa tanaman buah dan sayuran yang berada di sekitar rest area,” imbuh Tjahjo.
Saat ini di Rest Area 215B Tol Terpeka jumlah sampah organik yang dihasilkan adalah sekitar 100 – 150 Kg/hari.
Setelah diolah, selanjutnya kurang lebih sekitar 50 Kg sisa sampah organik yang dihasilkan dapat diolah kembali oleh fresh maggot dan nantinya dari 1 Kg Maggot akan mengurai sampah organik kurang lebih sebanyak 4 – 5 Kg/hari.
Selain pengolahan sampah organik dengan maggot, upaya Hutama Karya lainnya dalam mewujudkan tol hijau dan ramah lingkungan adalah melalui program penanaman bibit pohon di sekitar rest area dan ruas tol.
“Saat ini Hutama Karya sedang berupaya untuk mengedepankan SDGs tentang lingkungan dan juga prinsip creating shared value dalam setiap program tanggung jawab dan sosial yang dilakukan, selain kita memberikan bantuan, kesempatan dan peluang bagi komunitas dan masyarakat di sekitar wilayah operasional dan bisnis perusahaan,” katanya.
“Kami juga berupaya adanya timbal balik yang dapat dirasakan oleh Hutama Karya. Dengan demikian melalui program pengolahan sampah organik ini dapat berjalan dengan lancar untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri sekaligus menumbuhkan peluang bisnis baru dengan memanfaatkan sampah organik yang berada di Rest Area 215B Tol Terpeka,” tutup Tjahjo Purnomo EVP Sekretaris Perusahaan Hutama Karya.
Di tahun 2023, Hutama Karya berencana untuk mencoba menerapkan program pengolahan sampah organik di beberapa rest area JTTS lainnya, selain itu Hutama Karya juga akan berupaya untuk mengembangkan program pengolahan sampah anorganik di beberapa Rest Area JTTS.
Seluruh rangkaian kegiatan TJSL yang dilakukan oleh Hutama Karya ini telah mengacu pada penerapan ISO 26000 sekaligus Sustainable Development Goal (SDGs) Pilar Pembangunan Lingkungan No.12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, No.15 tentang Ekosistem Daratan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, hingga saat ini jumlah sampah organik merupakan satu masalah yang belum dapat ditemukan solusi terbaiknya di Indonesia. Beragam upaya juga telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk dapat mengatasi jumlah sampah organik yang masih terus bertambah hingga saat ini.
Hal tersebut sama seperti yang terjadi di Rest Area 215B Tol Terpeka, dimana sampah organik selalu mengalami penumpukan dan tentunya memerlukan biaya operasional yang tinggi dalam mengurangi jumlah sampah organik menuju tempat pembuangan akhir (TPA).
Namun perlu diketahui bersama, bahwa sampah organik juga memiliki nilai dan manfaat ekonomis apabila dilakukan pengolahan secara baik dan benar. Selain memiliki nilai ekonomis tentunya sampah organik juga dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan pelestarian lingkungan.
Hal ini diwujudkan oleh Hutama Karya dengan menghadirkan Unit Pengolahan Sampah Organik dengan Metode BSF yang tentunya sangat ramah lingkungan dan ekonomis dalam mengatasi jumlah sampah organik dan diolah kembali menjadi sampah yang memiliki nilai ekonomis salah satunya pupuk organik dan kasgot.(Adv)