Warga Tangerang Melapor Terkait PPDB SMA-SMK di Banten

SEMARTARA, Tangerang – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online tahun 2018, jenjang SMA/SMK se-Provinsi Banten diduga sarat dengan maladministrasi. Berdasarkan hal itu, seorang warga di Kota Tangerang, Ibnu Jandi melapor kepada Ombudsmen RI, atas dugaan tersebut.

Ibnu Jandi yang juga sebagai Direktur LSM Kebijakan Publik, saat dikonfirmasi membenarkan, jika dirinya melaporkan Dinas Pendidikan Provinsi Banten kepada Ombudsman. Perihal laporannya itu, Jandi juga menulis dalam akun facebooknya, yang diunggah pada Selasa 3 Juli 2018, pukul 14:05 WIB.

“Alhamdulillahirobbilalamin, saya sudah buat laporan ke Ombudsmen RI atas carut marutnya PPDB online Banten 2018. Diduga maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang,” kata Jandi dalam akun facebooknya.

Ia juga mengatakan jika sejak pukul 6:00 WIB dirinya sudah berada di Kantor Ombudsmen RI, Jalan HR. Rasuna Said, Karet Kuningan, Jakarta Selatan. Dan laporannya sudah diterima Ombudsmen pada pukul 8:20 WIB.

“Dalam laporan tersebut, saya ditanya mewakili siapa, saya jawab sudara saya. Dan harus ada secarik kertas kuasa dan bukti KTP dari si pemberi kuasa. Artinya laporan saya tersebut jika mengatasnamakan masyarakat, maka harus ada pemberi kuasa oleh masyarakat tersebut kepada saya. Namun demikian pula ketika saya ditanyakan kronologisnya apakah anda ini telah membuat laporan di Dinas Pendidikan Banten, maka saya jawab, bukan saja hanya melaporkan, tetapi saya juga mengawal proses carut marutnya PPDB online Banten tahun 2018. Akhirnya laporan saya dapat diterima,” paparnya.

Jandi juga mengungkapkan, kepanitiaan PPDB online tingkat SLTA di Banten diduga kuat melanggar Permendikbud No. 14 Tahun 2018. Hal ini, kata Jandi, karena secara teknis manajemen penerimaan PPDB Banten dilakukan oleh Dinas Kominfo dan Inspektorat Pemda Banten, bukan di Dinas Pendidikan.

“Adanya dugaan perubahan rombel yang tidak sesuai dengan Permendikbud No. 14 tahun 2018. Misalnya ada rombel 8 kelas, walau keinginan masyarakat tinggi dan ruang sekolah masih tersedia, maka sekolah dilarang menerima untuk mengisi kelas yang kosong,” ucapnya.

Ia juga menilai proses PPDB berlangsung tidak transparan. Bahkan masyarakat tidak dilayani dengan baik dari sistem pelaksanaan ini.

“Sejumlah upaya juga sudah saya tempuh. Saya berupaya meminta agar PPDB ditambah waktunya menjadi 3 hari, karena memang mengalami carut marut sejak awal,” pungkasnya. (Tim Redaksi)

Tinggalkan Balasan