Tangerang, Semartara.News — Suara penolakan terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin kini menggema di gedung DPRD Kabupaten Tangerang. Setelah aksi penolakan beberapa waktu lalu, warga bersama kelompok Aktivis dan Warga TPA Jatiwaringin Menggugat kini melangkah lebih jauh dengan mendesak DPRD menggelar hearing terbuka untuk memperjuangkan nasib mereka.
Surat resmi permintaan hearing diserahkan langsung ke Ketua DPRD Kabupaten Tangerang pada Jumat (31/10/2025). Dalam surat tersebut, warga meminta DPRD memanggil sejumlah pihak, mulai dari Menteri Lingkungan Hidup hingga Bupati Tangerang beserta jajarannya, untuk menjelaskan dasar rencana pembangunan PSEL yang dinilai belum berpihak pada masyarakat sekitar.
Koordinator kelompok, Aditya Nugraha, menegaskan bahwa langkah ini bukan sekadar protes, melainkan bentuk perjuangan agar DPRD menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat.
“Kami datang bukan untuk menolak tanpa alasan. DPRD harus turun tangan, karena yang dipertaruhkan adalah kehidupan masyarakat di sekitar TPA Jatiwaringin,” ujar Aditya dengan tegas.
Menurutnya, proyek PSEL yang akan menerima sampah dari luar wilayah seperti Kota Tangerang dan Tangerang Selatan justru memperparah pencemaran di daerah mereka. Padahal, kata Aditya, Kabupaten Tangerang sudah menghasilkan sekitar 3.000 ton sampah per hari—lebih dari cukup untuk memenuhi kapasitas PSEL tanpa harus menambah beban dari luar.
“Logika pemerintah ini tidak adil. Kabupaten Tangerang sudah menanggung beban besar, tapi malah ditambah sampah dari daerah lain. Warga di sini yang menanggung dampak bau, polusi, dan krisis air bersih,” ungkapnya.
Selain itu, Aditya juga menyoroti minimnya transparansi pemerintah terhadap warga terdampak. Ia menilai masyarakat sama sekali tidak dilibatkan dalam proses perencanaan proyek tersebut.
“Kami tidak pernah diajak bicara, apalagi diberi penjelasan. Pemerintah seolah melupakan bahwa yang akan merasakan dampaknya adalah kami yang tinggal di sekitar TPA,” ujarnya.
Melalui desakan ini, warga berharap DPRD Kabupaten Tangerang segera menindaklanjuti permintaan hearing publik agar aspirasi mereka didengar secara resmi. Bagi mereka, forum itu bukan sekadar rapat, melainkan kesempatan untuk menyuarakan realitas hidup di tengah krisis lingkungan yang kian menekan.
“Kami hanya ingin didengar. Kalau proyek ini benar-benar untuk rakyat, buktikan dengan mendengar suara rakyat terlebih dahulu,” tutup Aditya. (*)







