Symposium Nasional di Karang Tumaritis, Ekonom Indef Bicara Strategi Bangkit Dari Pandemi

Symposium Nasional
Dari Kiri, Enny Sri Hartati, Ekonom Senior Indef, Zuhairi Mizrawi, Intelektual Muda Muslim, Aria Bima, Kepala BKN DPP PDI Perjuangan, pembicara Symposium Nasional yang diselenggarakan di Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (10/4/2021). (Foto - Semartara News)

Kabupaten Tangerang, Semartara.News – Sejumlah Tokoh Nasional menjadi pembicara Symposium Nasional dengan tema “Strategi Bangkit Dari Krisis Multi Dimensi” di Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, yang berada di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, pada Sabtu (10/4/2021).

Beberapa tokoh tersebut di antaranya, Aria Bima, Kepala BKN DPP PDI Perjuangan, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Anggota Komisi VI DPR RI, Enny Sri Hartati, Ekonom Senior Indef, Zuhairi Mizrawi, Intelektual Muda Muslim, sebagai pembicara di Symposium tersebut, yang dimoderatori oleh Clance Teddy, Sekjen DPP GMNI 2017-2019, sekaligus kader muda PDI Perjuangan.

Acara Symposium Nasional di atas, merupakan serangkaian dari acara peresmian Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis, yang diresmikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Ir. Hasto Kristiyanto, dengan menandatangani prasasti Patung Ir. Soekarno, bapak Proklamator yang juga Presiden pertama Republik Indonesia.

Enny Sri Hartati dalam pidatonya menyampaikan, bahwa dirinya mengapresiasi atas berdirinya Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis. Sebab jika ditanya, apa strategi bangkit dari keterpurukan akibat Pandemi COVID-19 ini, menurutnya, saat ini memang dibutuhkan ksatria-ksatria seperti yang disebut oleh Pengasuh Padepokan, Ananta Wahana.

“Kedua, apa kuncinya? Ataupun jalan kita keluar dari pandemi? Kata kuncinya sudah disampaikan oleh pak Hasto. Terus saya harus ngapain lagi sekarang?,” kelakar Enny Sri Hartati membuka pemaparannya.

Jadi kuncinya sekarang agar bisa bangkit, terangnya, sudah diwariskan oleh Founding Fathers, yaitu mampu bersatu, bergotong royong, dan juga berdikari. “Tiga kata kunci ini menurut saya sudah lebih dari cukup tidak hanya bertahan dari pandemi, tapi juga menjadi bangsa yang besar seperti yang disampaikan oleh pak Hasto,” jelasnya.

Dia menambahkan, pandemi ini tidak hanya meluluh lantakan ekonomi Indonesia, tetapi juga dunia. Sebab, kata dia, pandemi tersebut tidak hanya menghantam satu sisi saja, tetapi sekaligus dua sisi. Yaitu, sisi permintaan serta sisi pasokan. “Permintaan hubungannya dengan masyarakat, sedangkan pasokan hubungannya dengan fisik produksi,” lanjut Enny.

Karena kita harus menghadapi dan menghindari penyakit, lanjutnya, maka kita harus melakukan pembatasan aktivitas. Itu yang menyebabkan pandemi ini membuat gangguan di dua sisi sekaligus. “Ini belum pernah terjadi sekalipun di dunia. Karena kalau kita mengingat berbagai problem ekonomi dunia, biasanya hanya mengganggu satu sisi saja. Apakah itu sisi permintaan, ataukah mengganggu sisi produksi,” terang Enny.

“Tetapi pandemi mengubah dan mempengaruhi dua sisi tersebut, sehingga, memang ini menjadikan problem yang cukup berat bagi perekonomian dunia, termasuk indonesia,” imbuhnya.

Namun meski begitu, kata Enny, Indonesia mempunyai daya ketahanan yang lebih dibandingkan negara di seluruh dunia. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki sumber daya yang luar biasa. “Sebenarnya tingkat ketahanan Indonesia yang terbaik. Karena indonesia mempunyai seluruhnya, Indonesia mempunyai sumber daya luar biasa. Indonesia sebenarnya tidak mempunyai ketergantungan yang sangat signifikan terhadap negara luar,” katanya.

Sebagai contoh, tutur Enny menerangkan, kita lihat secara ekonomi, sampai hari ini sebenarnya motor penggerak atau kontributor terbesar yang menggerakan ekonomi indonesia adalah kekuatan dalam negeri. Dan prosentasenya itu lebih dari 80 persen, bahkan hampir 90 persen.

“Kalau kita lihat, ekonomi selalu berbicara apa sih yang menjadi kontributor utama aktivitas ekonomi? Terbesar adalah masyarakat. Jadi masyarakat ini ter-cupture konsumsi rumah tangga. Jadi konsumsi rumah tangga sekarang sudah hampir 58 persen,” sambungnya.

Faktor kedua, lanjutnya, adalah investasi.  Di mana, Investasi sekarang memang agak menurun, tinggal 32 persen. Jadi kalau dijumlah 58 persen dan 32 persen, kata Enny, itu berarti sekitar 90 persen. Sehingga sebenarnya, apabila kita mampu mengelola yang 90 persen itu, maka apapun yang terjadi dengan yang 10 persen itu, kita tidak akan mempunyai persoalan yang krusial.

Tinggalkan Balasan