Kota Tangsel, Semartara.News – Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 33 Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Gina Intana Dewi, menjelaskan alasan di balik pengunduran diri sembilan siswa dari sekolah tersebut.
Gina menyampaikan bahwa mayoritas siswa di sekolah ini berasal dari keluarga prasejahtera dengan latar belakang sosial yang cukup kompleks.
“Memang benar, sebagian besar siswa kami berasal dari Desil 1 dan Desil 2. Anak-anak dari keluarga ini membawa tantangan yang cukup besar, baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun psikologis,” ungkap Gina dalam penjelasannya pada Rabu, 17 September 2025.
Ia menambahkan bahwa banyak siswa menghadapi beban berat sejak awal, seperti kehilangan orang tua, kondisi keluarga yang tidak utuh, hingga status yatim piatu. Kondisi ini membuat sekolah harus menerapkan pendekatan khusus dalam proses pembelajaran dan pendampingan.
“Kami terkadang harus bersikap tegas, namun di lain waktu juga harus memberikan perhatian lebih karena mereka membawa beban psikologis dari latar belakang keluarganya,” jelasnya.
Gina menyebutkan bahwa hingga saat ini terdapat sembilan siswa yang memutuskan untuk mengundurkan diri. Pihak sekolah bersama guru Bimbingan Konseling (BK) dan tim psikolog telah melakukan asesmen secara intensif terhadap para siswa tersebut.
“Dokumentasi asesmen sudah lengkap, dan guru BK serta wali asrama telah melakukan pendekatan. Namun pada akhirnya, mereka tetap memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan di sini,” ujar Gina.
Dari sembilan siswa yang mengundurkan diri, empat berasal dari Kabupaten Tangerang, dua dari Pandeglang, satu dari Cilegon, satu dari Kota Serang, dan satu dari Kota Tangsel. Beberapa siswa dijemput oleh orang tua, sementara ada juga yang pulang sendiri tanpa pemberitahuan kepada pihak sekolah.
“Karena jarak rumah mereka cukup jauh, kami terus berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Program Keluarga Harapan (PKH) agar asesmen tetap dapat dilakukan meskipun mereka sudah kembali ke rumah,” tambahnya.
Selain faktor psikologis, Gina juga mengungkapkan bahwa banyak siswa yang sudah kecanduan rokok.
“Banyak dari mereka yang memiliki kecanduan berat, sehingga kami harus melakukan pengawasan ketat agar kebiasaan tersebut tidak berlanjut. Namun, proses perubahan ini memang memerlukan waktu yang cukup lama,” jelasnya.
Lebih lanjut, Gina menyampaikan bahwa para siswa telah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sesuai dengan program dari Kementerian Sosial.
“MPLS telah dilaksanakan selama dua minggu, mulai tanggal 15 hingga akhir Agustus,” tutupnya. (Idris Ibrahim)