SEMARTARA, Tangerang – Sistem rekrutmen tenaga kerja di wilayah Kelurahan Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, diduga sarat kolusi dan nepotisme. Hal tersebut diungkapkan Asek Sahawi, tokoh masyarakat setempat, dalam sebuah diskusi, pada Rabu (5/12) malam.
“Banyak warga yang menganggur dan sulit diterima masuk kerja di pabrik,” kata Asek, saat diskusi antar warga bersama Ketua Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA). “Padahal di sini daerah kawasan industri. Namun ironisnya banyak warga, terutama anak-anak muda yang sulit mendapatkan pekerjaan,” lanjutnya.
Untuk mengurai persoalan ini, kata Asek, memang membutuhkan sosok yang tahu dan berani membongkar dugaan sindikat sistem rekrutmen tenaga kerja yang sarat dengan kolusi dan nepotisme tersebut.
“Harusnya memang ada orang yang tahu dan berani. Secara ijin seperti IMB dan lain sebagainya mereka ada, dan artinya warga Bunder sangat terbuka, tapi kenapa untuk masuk kerja sulit. Setiap warga Bunder tes banyak yang tidak diterima, padahal ini warga di lingkungan pabrik sendiri. Ini malah mendatangkan tenaga kerja entah dari mana. Padahal warga kita ini, sekolah ya sekolah, berpendidikan, tapi ada apa ini?” Kata Asek menegaskan.
Dalam menangani persoalan tenaga kerja ini, diharapkan Asek, pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Tangerang maupun tingkat kecamatan dan kelurahan harus hadir untuk mengurai persoalan tersebut. Hal itu agar angka pengangguran di wilayah tersebut, dari tahun ke tahun tidak semakin bertambah.
“Ini yang lulusan tahun sebelumnya juga belum diterima kerja, sudah disusul lulusan yang baru,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Pengrajin Tangerang (APTA) Widi Hatmoko juga mengakui persoalan rekrutmen tenaga kerja yang diduga sarat dengan kolusi dan nepotisme tersebut, tidak hanya terjadi di wilayah Kelurahan Bunder, tapi juga terjadi di beberapa tempat di wilayah Kabupaten Tangerang.
“Ini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan saya pernah mendapat laporan banyak pencari kerja yang menggunakan ijazah palsu,” kata Widi yang juga seorang politisi PDI Perjuangan, dalam diskusi yang diikuti sejumlah tokoh masyarakat, para pemuda dan Ketua RT.
“Istilah kerja wani piro ini memang sudah menjadi rahasia umum, dan sangat tidak berkeadilan. Bahkan, yang masuk kerja menggunakan ijazah palsu ini saya pernah mendengar, dan banyak juga katanya,” imbuhnya.
Menangapi hal ini, Widi berjanji akan membantu mengurai persoalan-persoalan terkait rekrutmen tenaga kerja yang dikeluhkan warga dan dinilai tidak berkeadilan tersebut.
“Kita akan komunikasikan dengan instansi terkait nanti, agar persoalan ini bisa diselesaikan. Jangan sampai warga lokal Tangerang menjadi pengangguran di daerahnya sendiri, apalagi ini kan kawasan industri. Masak iya, warganya tidak bisa mendapatkan pekerjaan, terlebih ini kan menyangkut kehidupan dan masa depan mereka,” tandasnya.
Di samping itu, Widi juga akan mengedukasi masyarakat agar bisa lebih mandiri dan berkarya dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Sebab hal itu menurut Widi, menjadi salah satu tujuan APTA untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mencetak para wirausahawan yang berdikari serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. (Helmi)