Silang Pendapat Revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017

Silang Pendapat Revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017
Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Gedung Nusantara, Jakarta Pusat (Foto - setneg.go.id)

Paket A: Presidential threshold (20 hingga 25 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (sainte lague murni).

Paket B: Presidential threshold (nol persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (quota share).

Paket C: Presidential threshold (10 hingga 15 persen), parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 10 kursi), metode konversi suara (quota share).

Paket D: Presidential threshold (10 hingga 15 persen), parliamentary threshold (5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3 hingga 8 kursi), metode konversi suara (sainte lague murni).

Paket E: Presidential threshold (20 hingga 25 persen), parliamentary threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3—10 kursi), metode konversi suara (quota share).

Pengambilan keputusannya dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada tanggal 21 Juli 2017 dini hari yang menyetujui RUU Pemilu menjadi UU meskipun dalam prosesnya diwarnai aksi walk out Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi Demokrat.

Sebanyak 322 anggota DPR memilih Paket A, dan 217 anggota memilih Paket B, sehingga disepakati Paket A digunakan dalam RUU Pemilu, yaitu ambang batas presiden 20/25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, besaran kursi: 3—10, konversi suara sainte lague murni.

RUU hasil persetujuan tersebut akhirnya menjadi UU No. 7/2017 tentang Pemilu, yang merupakan UU pertama mengatur keserentakan pileg dan Pilpres secara bersamaan.

UU tersebut juga mengamanatkan pilkada serentak pada tahun 2024. Dengan demikian, pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan.

Kondisi ini menjadi kesempatan untuk lebih konsentrasi pada penanganan COVID-19 mengingat hingga kini belum diketahui sampai kapan pandemi akan berakhir.

Revisi UU Pemilu Adalah Pilihan?

Pengalaman pertama pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 kurang diantisipasi, salah satunya terkait dengan lamanya perhitungan suara di TPS karena menghitung suara legislatif dan pemilihan presiden. Hal ini membuat para petugas di TPS berjibaku, bahkan hingga subuh.

Akibatnya, terjadi masalah. Berdasarkan data KPU RI sebanyak 894 petugas penyelenggara pemilu meninggal dan 5.175 petugas mengalami sakit.

Selain itu, pembelahan masyarakat pada Pemilu 2019 sangat terasa akibat adanya dua kubu pendukung pasangan calon presiden/wakil presiden.

Pengalaman itu menjadi salah satu alasan sejumlah fraksi di DPR untuk melakukan revisi UU No. 7/2017.

Kendati demikian, pengubahan UU Pemilu bukan satu-satunya opsi pada masa pandemi.

Pengalaman pertama keserentakan pilpres dan pileg tentu perlu diperbaiki. Perbaikan aturan turunan pemilu juga dapat menjadi opsi dalam memperbaiki penyelenggaraan pesta demokrasi mendatang.

Pembenahan aturan turunan jauh lebih mengurangi tensi politik dalam perbaikan sistem pemilu pada masa pandemi.

Tinggalkan Balasan