SEMARTARA – Di tengah gempuran pemasaran digital, geliat mal membangkitkan perekonomian Indonesia nampaknya tidak surut. Strategi jitu perlu diterapkan dalam upaya tersebut. Seperti disampaikan Pendiri Indonesia Leasing Communnity (ILC), Fajar Informanto di hadapan 70 manajer mal dari berbagai wilayah, Rabu (28/8/2019).
Fajar menerangkan, pemasaran digital telah menggeser pemasaran konvensional. Pusat perbelanjaan atau mal, katanya, perlu meramu strategi agar tetap eksis dan ikut serta meningkatkan perekonomian Indonesia.
“Semua developer mall ingin malnya ramai. Itu karena akan membuka lapangan kerja, ekonomi akan tumbuh. Kalau tidak ramai, dikelola orang-orang yang tidak profesional berarti tidak aware terhadap perkembangan perekonomian bangsa,” katanya di gedung Cars World, BSD, Tangerang Selatan.
Para pengelola mal setidaknya harus berupaya menjadi yang pertama, beda, dan terbaik. Itu, kata Fajar, agar pengunjung dan retailer tertarik.
“Menjadi berbeda ini rata-rata jarang dilakukan oleh mal-mal itu, sehingga mereka harus berbenah menjadi berbeda supaya retailer berminat berniaga, menjadi menarik visitor untuk datang ke mal itu,” imbuhnya.
Data terkait tren produk yang paling banyak diminati masyarakat jadi salah satu materi yang ditunggu peserta. Produk makanan dan minuman masih jadi favorit pengunjung mal. Tren ini disebut terpengaruh pemasaran daring.
“Kita datang hari ini mau cari tahu tenan apa yang lagi up to date sekarang. Kalau bisa dapat database dan kontak personnya. Kalau orang marketing itu tidak boleh kehilangan relasi atau jaringan, kita hidup based on networking,” kata salah satu peserta Juwita Desiree pengelola Cilegon Center Mal.

Dia mengatakan, kegiatan berbagi informasi serupa seminar ini penting diikuti pengelola mal. Alasannya, supaya para manajer mal mengetahui tren pemasaran mutakhir.
Hal itu, kata Fajar selaras dengan tujuan seminar dan diskusi yang diselenggarakan ILC. Ia berharap, dengan pengelolaan yang baik dan profesional, mal dapat turut serta dalam pengembangan ekonomi Indonesia.
Fajar menambahkan, dalam upaya meningkatkan kemampuan serta wawasan pengelola mal pihaknya ingin ada upaya serius. Kursus atau sekolah profesi tersertifikasi kiranya perlu diadakan guna memebntuk tenaga terampil pengelola mal.
“Sekolah mal di Indonesia belum ada. Tindak lanjut dari ini mungkin ada semacam sertifikasi, makannya ada lembaga kursus juga. Nanti dua atau tiga tahun lagi ada 20.000 orang angkatan kerja ingin bekerja di mal dari berbagai sektor. Apakah itu di pengelola atau mungkin retailer. Apalagi start up retailer juga makin maju. Di situ kan diperlukan kompetensi itu,” tukasnya.
ILC sendiri kini beranggotakan 200 profesional pengelola mal dari berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu peserta seminar itu bahkan datang dari Manokwari, Papua. (irfan)