Satgas Covid-19: Unjuk Rasa Harus Tetap Memakai Masker dan Menjaga Jarak

Petugas kepolisian mengenakan hazmat saat mengawal aksi unjuk rasa buruh di depan komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 September 2020. Aksi unjuk rasa terkait Omnibus Law Cipta Kerja oleh elemen buruh yang menilai panja baleg DPR RI bersama pemerintah belum sesuai harapan buruh. Aksi ini merupakan pemanasan jelang aksi mogok nasional buruh dan demonstrasi besar yang akan diadakan pada tanggal 6-8 Oktober 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Jakarta, Semartara.News – Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja baru saja disahkan DPR RI, unjuk rasa penolakan Omnibus Law Cipta Kerja mulai dilakukan masyarakat dan beberapa elemen yang menolak.

Merespon hal ini, Prof. Wiku Adisasmito selaku Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 menyatakan sampai saat ini pemerintah belum berencana menggunakan UU Kekarantinaan dalam upaya pencegahan kerumuman yang berpotensi menimbulkan klaster baru.

Dalam jumpa pers perkembangan penanganan Covid-19 di Kantor Presiden yang disiarkan melalui Kanal YouTube Sekretariat Presiden, Wiku mengatakan, kami mendorong para pihak yang ingin menyampaikan aspirasinya untuk mematuhi arahan dari pihak kepolisian selama kegiatan berlangsung. Selasa, (6/10/2020).

“Klaster Industri sudah banyak bermunculan dan ini berpotensi mengganggu kinerja pabrik dan industri lainnya, potensi serupa akan muncul dalam kegiatan berkerumun,” kata Wiku.

Ia mengingatkan bagi yang ingin melaksanakan hak-hak dalam berdemokrasi harus tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, memakai masker dan menjaga jarak demi keamanan masyarakat.

Wiku juga menanggapi pertanyaan media tentang penetapan harga Swab dan tes RT PCR. Penetapan harga Rp900 ribu yang ditetapkan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), telah mempertimbangkan berbagai macam komponen.

Seperti jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai atau reagen, komponen biaya administrasi dan beberapa komponen pendukung lainnya.

Untuk masalah ketidak ketersediaan reagen itu bisa ditanggulangi dengan perputaran pemasukan dan pengeluaran yang telah dipertimbangkan selama proses pembahasan standar harga tersebut.

“Diharapkan dengan pertimbangan standar harga RT PCR tersebut dapat menanggulangi disparitas perbedaan harga di laboratorium secara nasional dan dapat mendorong masyarakat memeriksakan sendiri,” pungkasya.

Adapun terkait penanganan narapidana yang positif Covid-19, Satgas Penanganan Covid-19 menyarankan pihak UPT Pemasyarakatan untuk mengikuti pedoman yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Hukum dan HAM.

Isolasi dilakukan dalam UPT Pemasyarakatan pelaksana isolasi mandiri. Atas pertimbangan ketersediaan fasilitas dan rekomendasi dari Kantor Wilayah Kemenkumham setempat.

“Jika terdapat UPT Pemasyarakatan yang tidak mampu melakukan isolasi bagi narapidananya dan tidak ada rumah sakit rujukan terdekat, maka perlu dirujuk ke UPT Pemasyarakatan pelaksana isolasi mandiri terdekat,” jelas Wiku.

Ruang isolasi mandiri berada di blok terpisah dari kompleks utama dan berada di wilayah lapas tersebut. Wiku menghimbau UPT Pemasyarakatan untuk dapat mengoptimalkan klinik yang sudah ada dalam lembaga pemasyarakatan agar melakulan cek kesehatan dan screening pada petugas dan tahanan serta tetap menjaga higienitas.

Ia berharap Pihak UPT Pemasyarakatan dapat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari solusi dan mengatasi penularan dalam lapas, agar lapas tidak menjadi klaster baru nantinya.

Tinggalkan Balasan