Kota Tangerang, Semartara.News – Terjadi penumpukan sampah bertahun-tahun di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bhineka, Kelurahan Jatiuwung, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Kamis (24/9/2025).
TPST yang seharusnya bisa menghasilkan nilai ekonomis dari pengelolaan sampah justru menyebabkan sumber penyakit bagi warga sekitar dan tempat berkumpul hewan seperti tikus dan ular.
“Ini penumpukan sampah kira-kira ada 3-4 tahun, bahkan yang baru pun kadang-kadang enggak diangkat karena tidak setiap hari diangkat, kadang-kadang sebulan cuma 4 kali atau 3 kali,” kata Gory, Ketua RW 02 setempat.
Kondisi TPST yang kurang-lebih 1000 meret itu sudah tampak seperti TPA Rawa Kucing Kota Tangerang versi mini, di mana sampah menumpuk hingga tertutup tanaman liar.
Bahkan tidak terlihat aktivitas pengelolaan sampah terpadu karena keterbatasan alat dan tidak ada kontribusi pemerintahan.
“Jadinya kayaknya sudah enggak ada titik akhir lagi, enggak ada buat pembuangan yang lain, jadi di sini penumpukannya, enggak ada solusi buat membuang lagi ke tempat lain semua di sini titik kumpulnya. Makanya kita sebagai lingkungan bingung,” terangnya.
Penumpukan sampah tersebut mengakibatkan sumber penyakit warga sekitar yang menghirup bau hingga mengalami sesak nafas hingga tempat berkumpul hewan seperti tikus dan ular.
“Ya kalau dampaknya satu bau, kemudian banyak tikus dan ularnya pada naik. Makanya di sini kadang-kadang penyakitnya itu sesak napas karena sengatan bau ini kayaknya merusak juga,” terangnya.
“Ya, kalau lama-kelamaan disini enggak ada solusinya, kita penyakit yang ada ibaratnya. Bukannya sehat ya ini di sini pada penyakitan semua warga,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengelola TPST Bhineka, Purnomo mengujg dirinya sempat dimintai sejumlah uang jasa angkut agar proses pengangkutan sampah di tempatnya berjalan lancar.
“Nggak tahu kenapa nggak diangkutnya. Terakhir ada masalah uang, ya, diminta uang bulanan buat jasa angkut,” ucapnya.
Menurut Purnomo, lambat dan pengangkutan sampah yang tidak lancar itu akibat pihaknya tidak berkenan membayar jasa pengangkutan sampah yang diminta.
“Karena tidak adanya jasa angkut yang dibilang uang itu, ya akhirnya ada, lah, pembicaraan, ‘kalau ada penumpukan sampah saya tidak bertanggungjawab’ itu ucapannya kepada saya, mungkin ancamannya seperti itu,” ungkapnya.
Padahal setiap bulannya, pihak pengelola TPST sudah menunaikan kewajibannya membayar retribusi ke Pemerintahan Kota Tangerang. Namun hak TPST harus bersih dari sampah tidak dipenuhi justru terjadi penumpukan sampah yang tidak memiliki nilai ekonomis.
“Setiap bulan, saya bayar retribusi Rp500 ribu, rutin,” imbuhnya.
Selanjutya, warga sekitar berharap penumpukan sampah segera dibersihkan Pemerintahan Kota Tangerang. Jika harapan itu tidak dipenuhi, warga mengancam akan membuang sampah di Jalan Layang Gatot Subroto Jatiuwung.