SEMARTARA – Dalam Reses Masa Persidangan II Tahun Sidang 2019-2020, Rabu 11 Maret 2020, Anggota Komisi VI DPR RI, Ananta Wahana, melakukan dialog dengan Perum Bulog Divisi Regional Tangerang. Dalam reses kali ini, Ananta bertemu langsung dengan Kepala Perum Bulog Divisi Regional Tangerang Bagus Wahyu, dan berdialog dengan warga serta Sahabat Rumah Pangan Kita (RPK).
Berbagai pertanyaan dari masyarakat dan Sahabat RPK pun muncul dilontarkan kepada Perum Bulog Divisi Regional Tangerang di hadapan Ananta Wahana. Mulai dari soal kelangkaan komoditas gula, tidak ketersediaannya daging sapi, kurangnya respon Bulog terhadap kebutuhan Sahabat RPK, hingga masalah harga komoditas yang dinilai terkadang harga Bulog lebih tinggi dari harga pasar.
“Yang ingin kita pertanyakan, sebenarnya yang menjadi stabilisator harga pangan itu Bulog atau harga di pasar. Karena sering kita temukan bahwa harga Bulog terkadang lebih tinggi dari harga pasaran. Seperti minyak goreng misalnya, ini pernah kita temukan, di pasaran lebih murah dari harga Bulog,” ujar salah seorang Sahabat RPK bernama Robi yang dilontarkan kepada Kepala Perum Bulog Divisi Regional Tangerang Bagus Wahyu.
Robi juga menyoroti soal tidak ketersediaannya daging sapi di Perum Bulog Divisi Regional Tangerang. Menurutnya, daging sapi menjadi salah satu komoditas pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah Tangerang.
“Soal sapi (daging sapi-red), ini sudah ada 8 bulan kosong. Kami berharap, ini diadakan lagi. Jangan daging kerbau, karena masyarakat di Tangerang ini lebih memilih sapi ketimbang kerbau,” tandasnya.
Kelangkaan komoditas gula, dan stok di gudang Bulog Tangerang yang kosong sejak 3 bulan lalu, juga menjadi pertanyaan masyarakat. Termasuk kurang responnya pihak Perum Bulog terhadap Sahabat RPK soal spanduk, ini juga menjadi salah satu kendala para pengusaha outlet yang mengenalkan barang komoditas dari Bulog. Karena, spanduk dari Bulog untuk outlet para Sahabat RPK ini menjadi hal yang penting untuk mensosialisasikan RPK kepada masyarakat.
Menanggapi hal ini, Kepala Perum Bulog Divisi Tangerang, Bagus Wahyu, mengaku bahwa peran Bulog kerap seperti petugas pemadam kebakaran. Saat harga-harga komoditas melambung tinggi di pasaran, Bulog selalu dicari. Namun ketika harga turun, kata Bagus, Bulog ditinggalkan.
“Bulog hanya sebagai operator pangan. Soal harga, Bulog sebagai stabilisator, di mana ketika harga-harga di pasaran naik, di kita stabil, begitu pun ketika harga turun, Bulog tetap stabil. Makanya kita ini kerap menjadi seperti petugas pemadam kebakaran,” katanya.
Mengenai daging sapi, Bagus mengaku pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Wilayah di Jakarta. Namun pihaknya ingin tahu seberapa banyak kehutuhan daging sapi di wilayah Tangerang, sehingga nantinya biaa disesuaikan. Termasuk soal benner, pihaknya akan segera merealisasikan.
Menjawab persoalan kelangkaan gula dan saat ini harganya sedang meroket, kata Bagus, ketersediaanya sudah habis sejak Desember 2019 lalu. Pihaknya juga sudah mengajukan ke pusat, namun sampai saat ini masih kosong. Terkait hal ini, kata Bagus, Bulog juga sudah mendapatkan persetujuan dari Kementrian Perdagangan untuk melakukan impor.
Sementara itu, dalam resesnya, Anggota Komisi VI DPR RI Ananta Wahana, mengatakan, sebagai bagian dari Perusahaan BUMN Bulog harus bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Soal stabilisasi harga, seharusnya Bulog juga tidak boleh bermain-main, apalagi sampai menentukam harga di atas harga pasaran.
“Begitu pun soal stok ketersediaan komoditas pangan, harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jangan sampai yang menjadi kebutuhan masyarakat daging sapi, tapi yang disediakan daging kerbau. Dan, ini juga harus disesuaikan dengan kultur masyarakatnya,” kata Ananta Wahana.
Terkait kelangkaan gula pasir dan harganya naik, kata Ananta ia temukan di beberapa pasar, seperti Pasar Anyar dan Pasar Poris Indah. Dalam hal ini, menurut Ananta, saat ini yang paling penting adalah melakukan pengawasan. Jangan sampai terjadi penimbunan. Apalagi Bulog sudah akan melakukan impor.
“Jangan sampai nanti setelah impor, gula malah enggak laku gara-gara ada oknum,” tandasnya.