Menarik perhatian publik, saat Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa membahas rendahnya daya serap Pemerintah Daerah (Pemda).
Menurut Menkeu bergaya koboi itu, rendahnya daya serap disebabkan dana yang mengendap di banyak Pemerintah Daerah, yang menyebabkan gerak pembangunan dan roda ekonomi bergerak lambat, dan tentu mempengaruhi pergerakan ekonomi ke arah yang lebih baik lagi.
Berdasarkan data Kemenkeu, jumlah dana Pemda yang mengendap di perbankan bukan Rp213 triliun, melainkan mencapai Rp234 triliun. Dan pada awal Oktober – Agustus 2025, angka tersebut sempat dilaporkan sebesar Rp233,11 triliun.
Menurut penulis, idealnya proses perencanaan pembangunan daerah melibatkan serangkaian tahapan: dimulai dari analisis kondisi daerah, pengumpulan data dan masukan pemangku kepentingan, penyusunan rancangan awal berdasarkan visi dan misi kepala daerah, pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), perumusan rancangan akhir, hingga penetapan dokumen rencana pembangunan seperti Rencana Pembangunan Jangka Pendek Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Rangkaian tahapan itu bertujuan mengarahkan pembangunan agar sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah, serta kebijakan nasional.
Terkait potensi persoalan dan kebutuhan atas pembangunan di masing-masing daerah sudah diantisipasi atau diserap melalui tahapan musyawarah perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang menyerap aspirasi dari berbagai kalangan. Selain itu pula, arah kerja pembangunan daerah sudah jelas, melalui program jangka menengah yang di tuangkan pada Visi misi kepala daerah, perangkat dinas dan kewilayahan hanya tinggal menyerap dan melaksanakan flatporm yang sudah di tuangan oleh kepala daerah.
Persoalannya Adalah apakah kepala daerah mau mengevaluasi kinerja lamban yang dilakukan oleh birokrasi sebagai pelaksana teknis yang berdampak atas kemampuan tata Kelola pemerintahan yang baik (good Governance). Ataukah tahun pertama masih tahap konsolidasi terhadap jajarannya, alangkah baiknya para pembantu kepala daerah mampu memainkan ritme kerja yang diinginkan oleh pimpinannya.
Jika tranformasi tersebut tidak bisa dikonsolidasikan dengan baik, akan terjadi kegiatan pengulangan pembangunan yang sama setiap tahunnya.
Terhitung sampai 30 September 2025, realiasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 baru mencapai Rp 712,8 triliun atau 51,3 persen dari pagu Rp 1.839,3 triliun. Realisasi belanja itu lebih rendah 13,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024.







