Jakarta, Semartara.News – Ketua DPR Puan Maharani didesak agar menginisiasi Hak Interpelasi terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang mendapat protes keras dari publik terutama buruh.
Permenaker 2/2022 yang dikeluarkan Menaker Ida Fauziyah itu mengatur bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan di usia 56 tahun.
“Jadi, kalau Permenaker 2/2022 dianggap perlu diperbaiki, maka dalam merespons beleid itu Ketua DPR seharusnya lebih mengedepankan mekanisme yuridis konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945,” ujar Said Salahudin, Kepala Badan Pengkajian Strategis Partai Buruh, Kamis (17/2).
“Dalam norma tersebut tegas dinyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya DPR diberikan hak oleh konstitusi untuk antara lain mengajukan Hak Interpelasi,” lanjut dia.
Hak Interpelasi adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Said menilai respons Puan yang hanya memberikan keterangan publik belum cukup.
“Tanpa langkah konkret untuk menyoalnya, kritik Puan terhadap penerbitan Permenaker JHT hanya akan dianggap sebagai sebuah kelatahan politik. DPR tidak cukup bekerja dengan narasi, tetapi juga harus disertai aksi,” ucap dia.
Ia menambahkan JHT merupakan persoalan yang penting, strategis, dan berdampak luas. Selain menyangkut nasib ratusan juta buruh, lanjut dia, ada dana kelola senilai Rp372,5 triliun.
“Nah, mengapa tidak hak konstitusional itu saja yang digunakan oleh Ibu Puan dalam menyoal Permenaker 2/2022? Sebagai Ketua DPR saya kira posisi beliau sangat strategis untuk menginisiasi penggunaan Hak Interpelasi terkait kebijakan JHT,” kata Said.
Permenaker 2/2022diteken Menaker Ida Fauziyah pada 2 Februari dan diundangkan pada 4 Februari 2022.
Peraturan berlaku tiga bulan sejak diundangkan dan secara otomatis mencabut Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Peraturan itu menuai protes keras dari publik. Sebab, dalam aturan sebelumnya, yakni Permenaker 19/2015, JHT langsung diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan.
Sejauh ini, sudah ada satu pemohon yang menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA). (CNNIndonesia)