Jakarta, Semartara.News – Psikolog UGM Pritta Tyas Mangestuti berbagi tips sehat bagi para orang tua, metode pemberian stimulasi yang tepat bagi anak.
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menilai, bahwa dengan mengamati periode sensitif pada anak bisa menjadi salah satu cara orang tua agar bisa memberikan stimulasi untuk anak mereka.
“Amati si kecil sedang suka apa (periode sensitifnya). Misalnya anak sedang suka mengoceh, mungkin dia periode sensitif bahasa, kenalkan lagu-lagu untuk mestimulasi kemampuan berbahasanya,” kata Psikolog UGM Pritta Tyas dalam sebuah acara kesehatan virtual tentang anak, Rabu (7/7/2021).
Menurutnya, bila seoarang anak sedang aktif-aktifnya bergerak, bisa jadi dia berada dalam periode sensitif gerak. Orang tua bisa mengajak anak bermain semisal estafet bola dengan mengelompokkan warna, atau bermain petak umpet di dalam rumah.
Periode sensitif anak juga bisa jadi sensorial. Cobalah amati si kecil, misalnya saat dia memegang cat air, sesuatu yang lengket, basah, apakah dia merasa senang. Bila ya, bisa jadi anak berada dalam periode sensitif sensorial.
Lebih lanjut, Psikolog UGM Pritta Tyas mengungkapkan, jenis stimulasi yang bisa diberikan misalnya memberikan pasir kinetik, mengecat dengan cat air, atau membuat kerajinan DIY.
Hand puppet dapat menjadi pilihan Anda untuk membantu menstimulasi keterampilan anak, khususnya kemampuan sosial. Sambil bermain, orang tua bisa memberikan kesempatan anak mengkreasikan ceritanya.
Alat ini juga bisa digunakan saat orang tua mengajarkan sesuatu pada anak misalnya cara menyikat gigi, makan dengan benar, toilet trainning.
“Ketika gunakan hand puppet, tips-nya tatap mata anak, usahakan posisi duduk sejajar dengan anak, bila perlu sambil lakukan sentuhan fisik. Beri kesempatan anak untuk bercerita. Selipkan pembelajaran sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak,” katanya.
Di sisi lain, orang tua juga dapat memanfaatkan hand puppet untuk melatih kemampuan anak berempati. Sambil menggunakan alat ini, cobalah saling berbagi perasaan atau melakukan pretend play (berpura-pura menjadi).
Orang tua perlu sering-sering mengkomunikasikan apa yang dirasakan pada anak dan memintanya melakukan sesuatu. Cara ini, menurut Pritta, bisa melatih anak memahami apa yang orang lain rasakan dan perlukan.