Jakarta, Semartara.News – Dukungan demi dukungan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) disahkan jadi undang-undang, terus mengalir. Mulai dari pelajar, mahasiswa, pemuka agama hingga akademisi.
Tanpa terkecuali, organisasi dengan basis massa mayoritas perempuan. Ada juga Komnas Perempuan.
Dalam konferensi pers yang berlangsung Minggu (4/10/2020), oleh Barisan Perjuangan PRT (Pekerja Rumah Tangga), organisasi-organisasi dari elemen tersebut, menyatakan sikap.
Mereka mendesak dan mendukung DPR mensahkan RUU PPRT jadi undang-undang.
Pasalnya. RUU tersebut penting untuk disahkan. Sebagai jaminan dan kepastian hukum bagi PRT. Mengingat, para PRT rawan terhadap kasus eksploitasi, pelecehan, perdagangan manusia hingga penindasan. Aturan tersebut, juga menyangkut kebaikan nasib PRT sekitar 5 juta lebih.
“Kami memohon kepada DPR untuk segera mengagendakan RUU PPRT ini dalam sidang paripurna. Karena undang-undang ini diperlukan sebagai wujud perlindungan negara dan keadilan sosial bagi warga negara,” kata Ketum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto.
Koordinator Maju Perempuan Indonesia, Lena Maryana Mukti, menyampaikan hal sama. Mendesak agar DPR segera mensahkan RUU itu jadi UU. “Karena kehadiran PRT, secara langsung maupun tidak langsung, memberi kontribusi pendapatan negara,” ungkapnya.
Diharapkan, rapat paripurna DPR pekan ini, ada kejelasan terhadap pengesahan rancangan undang-undang itu. Harapannya, RUU itu dibahas dan disahkan melalui rapat tersebut.
Selain Kowani dan Maju Perempuan Indonesia, sejumlah organisasi juga menyatakan sikap. Dukungan dan desakan ke DPR. Untuk mengesahkan RUU itu jadi undang-undang.
Di antaranya Koalisi Perempuan Indonesia, Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sumut, SPRT Merdeka Semarang, SPRT Tunas Mulia Yogyakarta, SPRT Sapu Lidi DKI Jakarta. “Kami memohon kepada DPR, menetapkan segera undang-undang itu sebagai inisiatif DPR,” kata Murtini, mewakili Operata DIY.
Perwakilan PRT di luar negeri. Juga memberi dukungan. Di antaranya, Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Pertimig) Malaysia, IFN Singapura, JBMI Hongkong dan Ganas Taiwan.
“Persoalan di luar negeri, tidak bisa dipisahkan dengan persoalan di dalam negeri. Perlindungan negara kepada PRT migran harus dimulai dengan mengesahkan RUU PPRT,” kata Erma Wati, ketua Pertimig Malaysia.
Seharusnya, selama ini. Negara tak hanya teriak berpihak kepada pekerja. “Tapi juga negara harus hadir dalam bentuk undang-undan yang jelas. Segera bahas RUU PPRT dalam rapat paripurna,” seru Fajar, dari Ganas Taiwan.
Dalam konferensi pers ini. Juga hadir pemuka agama. Mereka juga bersikap. Mendukung agar RUU PPRT segera disahkan. Di antaranya pemuka agama Islam, Hindu, Katolik, dan Konghucu.
“Pekerja sangat rentan diskriminasi dan perbudakan. Oleh karena itu, butuh hukum (sebagai pelindung),” kata Liliani Lintoh, sebagai pemuka agama Konghucu.
Dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Hadir dalam konferensi itu, Gerakan Merangkul dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Gerakan Merangkul, perwakilan pelajar. Sementara GMNI, dari kalangan mahasiswa.
“Peran PRT bukan hanya menyangkut keluarga. Tapi juga kehidupan sosial dan ekonomi negara. Segera sahkan RUU PPRT jadi undang-undang,” kata Ketum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino.
Jaringan Gusdurian juga menyampaikan sikap dukungan. Diwakili Alissa Wahid.
“Kami memberikan dukungan untuk pengesahan RUU PPRT jadi undang-undang. Mari kita wujudkan UU PPRT demi 5 juta warga negara PRT Indonesia. Sehingga tercipta kemaslahatan bangsa,” katanya.
Sebagai informasi, RUU PPRT masuk prolegnas prioritas 2020. RUU itu masuk, usulan atau inisiatif DPR.
Bila RUU PPRT tersebut disahkan jadi undang-undang. Itu dinilai sebagai wujud keberpihakan para wakil rakyat itu kepada masyarakat. Khususnya kepada PRT.