Kasus keempat belas dalam tiga bulan terakhir
SEMARTARA – Kasus predator seks di Kabupaten Tangerang bak fenomena gunung es. Sejumlah kasus yang telah diungkap disebut hanya sebagian kecil kasus yang terjadi, lainnya disembunyikan karena dianggap aib oleh keluarga korban.
Kasus persetubuhan terhadap anak kembali di Kabupaten Tangerang. Dua tersangka dari kasus berbeda diungkap Polresta Tangerang, Senin (2/3/2020). Kasus pertama, dilakukan MD (36) terhadap anak tirinya yang masih belia. Bukan hanya sekali, MD menyetubuhi korban sebanyak 24 kali selama 24 bulan.
“Korban yang saat ini berusia 13 tahun hamil 7 bulan,” kata Kapolresta Tangerang, Kombes Ade Ary Syam di Mapolresta Tangerang, Tigaraksa.
Kasus kedua terjadi di wilayah yang sama dengan kasus pertama, yakni Kutabumi, Pasar Kemis, dilakukan PA. Korbannya, yang berusia 15 tahun disetubuhi tersangka atas dasar suka. Ary menerangkan, kasus ini terungkap bermula dari kecurigaan ibu korban yang mendapati luka cidera pada bagian vital korban.
Dua kasus tersebut menambah daftar kasus pencabulan atau persetubuhan terhadap anak di Kabupaten Tangerang. Tercatat, selama tiga bulan ke belakang 14 kasus pencabulan terjadi. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Asep Jatnika menyebut kasus ini sebagai fenomena gunung es.
Untuk menguak fenomena ini, perlu keterlibatan aktif masyarakat. Masyarakat, diimbau Asep, hendaknya meningkatkan kepedulian terhadap lingkungannya. Ia meminta masyarakat melapor ke pihaknya atau kepolisian bila mendapati kejanggalan pada perangai anak.
“Jangan pernah takut untuk melaporkan apabila di sekitar keluarga, tetangga ada kasus seperti ini harus secepatnya melaporkan kepada kepolisian atau kami, sehingga korban bisa kami lanjutkan pada pembinaan atau penanganan trauma healing,” katanya.
Penanganan dini terhadap korban, lanjut Asep, juga dilakukan guna memutus mata rantai penyelewengan seksual. Bukan tidak mungkin, katanya, korban yang tidak tertangani juga menjadi pelaku suatu saat nanti.
DP3A juga menyoroti penggunaan seluar pada anak. Penggunaan ponsel pintar berlebihan pada anak disebut dapat mengurangi intensitas komunikasi pada orang sekitar. Tinimbang menghabiskan waktu pada gawai, Asep mengimbau orang tua aktif menjalin komunikasi dengan anak.
“Jangan sampai teledor ibu dan bapak untuk selalu mengawasi penggunaan gawainya,” tukasnya.