Jakarta, Semartara.News – Kisah Pi Kobong Pake Saloi, hari masih gelap, matahari belum lagi menampakan sinarnya namun terdengar suara bersautan dijalanan, hentakan kaki mama-mama dan jujaru (sebutan untuk gadis di Maluku Utara) yang sedang berkumpul. Hari minggu seakan menjadi kesepakatan bersama untuk pergi kekebun, hari minggu akan menjadi hari yang panjang berada di kebun. Mama-mama dikampung itu terlihat senang bahkan sambil menggendong dan menggandeng anak-anak mereka yang masih kecil untuk ikut serta ke kebun. Selain anak, mereka juga didampingi suami tentunya.
Kebun bagi orang kampung bukanlah tempat yang menakutkan karena sepi dan berada ditengah hutan, kebun merupakan rumah kedua para orang-orang kampung. Biasanya dikebun dibuatkan tempat istrahat, semacam rumah panggung seadanya, yang terpenting mereka bisa tidur jika malam tiba, bisa berteduh kala hujan. Rumah kebun terbuat dari bahan-bahan yang didapat dari hutan pinggir kebun yang dimanfaatkan untuk menjadi tempat beristirahat. Banyak yang memilih membuat rumah dikebun karena lebih banyak waktu untuk bekerja dikebun.
Umumnya masyarkat di Maluku Utara menanam berbagai jenis tanaman, Kelapa, kakao, cengkeh, pala dan sayur-mayur. Kebun merekapun berbeda jarak ada yang dekat dengan kampung adapula yang lumayan jauh, yang dekat sebenarnya bisa saja agak siang pergi kebunnya tapi karena ingin bersama-sama dengan yang lain sehingga sejak pagi sudah menyiapkan semuanya. Ada yang sudah memasak dan membawa makan siap saji adapula yang membawa beras, ikan, telur atau apapun yang bisa dijadikan teman makan nasi untuk sayur mayur sudah tersedia dikebun tinggal dipetik dan dioleh menjadi sayur mayur dengan rasa yang original.
Saloi sebagai icon
Jika berada didaerah perkampungan Maluku Utara mata anda akan disajikan dengan satu benda yang seperti ransel. Biasanya jika matahari sudah mulai pamit meninggalkan siang terlihat dipunggung mama-mama dan Jujaru yang baru saja balik dari aktifitas berkebun. Tas khas petani Maluku Utara itu dinamai Saloi, tas yang terbuat dari anyaman bambu dan rotan dirajut sehingga terbentuk semacam bakul tapi lebih besar dan memiliki tali layaknya ransel pada umumnya. Talinya terbuat dari serat pohon bahkan saat ini tali saloi sudah bervariasi. menggendong saloi adalah satu ciri khas petani perempuan Maluku Utara. Ukurannyapun beragam, ada kecil dan besar.
Umumnya berbentuk seperti bakul dengan bagian bawah mengecil. Diatasnya berbentuk bulat. Saloi dilengkapi tali agar dapat digendong seperti ransel. Saloi yang unik ini rata-rata dibuat sendiri oleh masyarakat seperti saloi yang dipakai anak-anak pun biasanya dibuat dengan ukuran yang lebih kecil. Saloi merupakan satu budaya yakni alat tradisional
Saloi berfungsi untuk menyimpan berbagai barang kebutuhan, sebagai alat untuk membawa beraneka ragam kebutuhan dan hasil bumi dari kegiatan mereka sehari-hari. Mulai dari hasil kebun atau pada saat panen pertanian (buah kelapa, palawija, pala, cengkeh hingga kenari), kayu bakar, baju, ikan atau hasil laut lainnya, dan banyak lagi. Saloi merupakan satu wadah yang nyaman jika dipakai membawa berbagai barang sehari-hari.
Saking pentingnya, di Halmahera Barat bahkan berdiri patung saloi. Selain sebagai icon, patung ini merupakan sikap penghormatan terhadap perempuan-permpuan yang telah bersusah payah menggunakan saloi sebagai alat pendukung mengangkut hasil bumi di tanah Halamhera.
Saloi atau tas ransel ala petani di Maluku Utara adalah tas yang wajib dibawa ketika berkebun. Saloi sebenarnya tidak memiliki alat kelamin tapi saloi selalu identik dengan perempuan. Selain bentuknya berbeda, saloi juga memilik nama yang berbeda. Saloi merupakan nama yang paling dikenal di Maluku Utara namun demikian dengan berbagai Bahasa yang ada sehingga penyebutannyapun berbeda, di Bagian utara Halmahera biasa menyebutnya dengan bika, dibagian selatan Halmahera terutama dipulau Makeang ada yang menybutnya dengan karajang. Dalam penyebutan memang berbeda namun intinya saloi adalah wadah bagi petani untuk mengangkat hasil tanaman dari kebun.
Selain itu sebagai alat untuk mengambil hasil kebun, saloi kini menjadi ole-ole khas Maluku Utara yang dikembangkan oleh industri-industrui local. Saloi juga tak jarang ditampikan pada acara-acara atau event-event yang diselenggarakan di Maluku utara sebagai salah satu khas dari daerah tersebut.
Oleh Sukran Ichsan, Alumni di Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.