Jakarta, Semartara.News – Dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah pihak dari kalangan pemerintah, akademisi, hingga tokoh nasional menggelar deklarasi bersama sebagai bentuk komitmen untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan.
Berdasarkan siaran pers Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (DPP-ADI), acara penandatanganan deklarasi tersebut dilaksanakan pada 20 Agustus 2025 di Aula Gedung D, lantai 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kegiatan ini menjadi simbol kesepakatan lintas sektor untuk memperkuat langkah nyata dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan.
Deklarasi dibacakan sekaligus ditandatangani oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauziah, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fauzan, Ketua Umum DPP-ADI, serta sejumlah akademisi lainnya.
Ketua Program DPW-ADI DKI, Budiharjo, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas meningkatnya jumlah pelaku kekerasan terhadap perempuan. Sementara itu, Ketua Bidang Kesetaraan Gender, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak DPP-ADI, Dr. Titik Haryati, menekankan bahwa meskipun Indonesia sudah merdeka delapan dekade, kasus kekerasan seksual masih kerap terjadi. “Dampaknya sangat berat bagi korban. Karena itu, langkah luar biasa dibutuhkan agar kekerasan seksual bisa benar-benar dihentikan,” tegasnya.
Dalam pidato kuncinya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fauzan menegaskan keseriusan pemerintah dalam pencegahan kekerasan seksual. Ia menekankan bahwa kebutuhan seksual adalah hal wajar, tetapi praktik yang melanggar norma dan moral harus dicegah. Pemerintah, kata dia, telah bekerja sama dengan Kementerian PPPA untuk menyosialisasikan pencegahan kekerasan seksual kepada seluruh mahasiswa baru di Indonesia. “Deklarasi ini akan menjadi resolusi nasional,” ucapnya.
Senada dengan itu, Menteri PPPA Arifah Fauziah menyoroti pentingnya tindak lanjut dari deklarasi. Ia menyebut kegiatan ini sebagai strategi implementasi Tridharma Perguruan Tinggi. “Data menunjukkan satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Ini sinyal bahaya yang harus segera ditangani,” katanya.
Ketua Umum DPP-ADI, Prof. Muhammad Ali Berawi, juga menekankan peran sentral perempuan dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, kontribusi perempuan dimulai dari lingkungan keluarga, dan deklarasi ini merupakan salah satu upaya penting untuk memperkuat peran tersebut.
Acara juga menghadirkan seminar bertajuk “Sinergi dan Deklarasi Memberantas Kekerasan Terhadap Perempuan”. Sejumlah narasumber hadir, di antaranya Prof. Manneke Budiman, Ph.D (Guru Besar UI) yang membahas isu kekerasan dari sudut pandang pendidikan keluarga dan masyarakat, serta Prof. Dr. Sri Haryaningsih, M.Si (Guru Besar Universitas Tanjungpura) yang menekankan penerapan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Selain itu, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A. (Dewan Pakar DPP-ADI) menyoroti kerentanan kampus terhadap kasus kekerasan seksual, sedangkan Irjen (Pol) Purn Dra. Desy Anggraeni dari KPPPA menjelaskan strategi perlindungan hak perempuan dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dr. Titik Haryati, M.Ap., M.Pd menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, sementara Dr. (Can.) Erfandi dari MUI Pusat membahas dasar hukum serta mekanisme penindakan terhadap pelaku.
Deklarasi ini diharapkan menjadi momentum berharga bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk memperkuat sinergi, serta melahirkan langkah konkret dalam upaya memberantas kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. (*)