Indonesia mengharapkan Joe Biden bermain pada tiga area. Pertama, memitigasi pandemi melalui kerja sama multilateral karena surutnya multilateralisme memunculkan tindakan unilateralisme yang sangat merugikan dunia, terutama negara berkembang, dengan memimpin dan memperkuat multilateralisme, termasuk mendorong PBB agar lebih responsif dan efektif, serta memperkuat WHO.
Kedua, AS bisa turut memelihara perdamaian dan stabilitas dunia, apalagi AS bisa menjadi motor bagi terciptanya dunia yang lebih aman, damai, dan stabil. Di sini, Indonesia menandaskan bahwa “tindakan dan solusi unilateral yang tidak sejalan dengan hukum internasional harus dihindari”. Sebaliknya, penyelesaian damai harus dikedepankan.
Tak boleh ada kekuatan yang terlalu dominan di Asia Tenggara dan siapa pun harus berlandaskan hukum internasional dalam menyelesaikan setiap sengketa lintas batas. Dalam kaitan ini, Retno menandaskan “kawasan ini, termasuk Laut China Selatan, akan tetap stabil dan damai jika semua negara menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 (Konvensi PPB mengenai Hukum Laut)”.
Peran ketiga yang bisa dimainkan AS adalah membangun tatanan ekonomi dunia yang kokoh dan berkelanjutan dengan berperan lebih banyak dalam memulihkan perekonomian dunia dari dampak pandemi dan mendorong sistem perdagangan dunia yang terbuka, berkeadilan serta saling menguntungkan.
Dalam kerangka bilateral, Indonesia mengharapkan pemerintahan baru AS memperkokoh kemitraan strategis yang sudah disepakati bersama pada 2015, termasuk kemungkinan memiliki kesepakatan dagang dan investasi terbatas dalam sektor infrastruktur, konektivitas dan energi terbarukan, selain juga kerjasama lebih erat dalam bidang pertahanan, keamanan lintas batas, anti-terorisme, dan pendidikan.
Indonesia juga menginginkan kerja sama lebih kuat dalam ketahanan kesehatan guna memperkuat infrastruktur kesehatan dan kemandirian kesehatan di mana AS bisa turut berperan mengembangkan kemandirian industri bahan baku obat, farmasi, alat kesehatan, kerjasama pengembangan riset dan teknologi kesehatan serta pengembangan mekanisme peringatan dini kesehatan.
Indonesia melihat kesehatan menjadi medan baru politik global yang bisa menjadi lahan hegemoni untuk segelintir kekuatan, padahal saat-saat dunia dijangkiti pandemi seperti sekarang upaya bersamalah yang dibutuhkan mengingat pandemi mempengaruhi seisi dunia. Apa jadinya jika ini terulang ketika kerangka kerjasama kesehatan belum juga kokoh.
Tentu saja semua ini tidak untuk mengecualikan kekuatan-kekuatan seperti China karena ASEAN tetap membutuhkan mereka guna membantu memajukan dan menstabilkan kawasan.
Dalam teori dan praktik hubungan internasional, manuver ini ditempuh sebagai upaya menciptakan perimbangan kekuatan guna memastikan tak ada kekuatan yang berada pada posisi menentukan nasib yang lainnya.
Tulisan ini dikutip dari Antaranews.com, Selasa (26/1/2021)
Pewarta : Jafar M Sidik
Editor : Fitri Supratiwi