Tangerang, Semartara.News – Seorang pendeta gereja berinisial KBH, 67 tahun, dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh tim pengacara dari Peradi Bersatu karena diduga mencabuli empat anak di bawah umur. Keempat anak tersebut adalah kakak beradik dengan usia 16, 14, 12, dan 8 tahun.
Ayah dari korban, yang berjuang untuk keadilan, mendatangi kantor Peradi Bersatu di PIK 2, Kosambi, Kabupaten Tangerang, pada Rabu sore, 12 November 2024, setelah mendengar pengakuan mengejutkan dari putri sulungnya, P, yang melarikan diri ke Kediri bersama temannya dan menolak untuk kembali ke rumah. Ketika didesak, P mengungkapkan bahwa ia merasa diabaikan oleh ayahnya dan mengaku telah menjadi korban pencabulan oleh pendeta KBH selama dua tahun terakhir.
Setelah mendengar pengakuan putrinya, sang ayah merasa terkejut dan tidak percaya, mengingat pendeta tersebut adalah sosok yang dianggap religius. Pendeta KBH kemudian dihadapkan dan mengakui perbuatannya dengan alasan kasih sayang kepada anak.
Dalam sidang gereja yang diadakan pada 17 April 2024, pendeta tersebut mengakui kesalahannya dan dijatuhi sanksi tidak boleh berdiri di mimbar selama tiga bulan. Namun, ayah korban dan P merasa keputusan tersebut tidak memadai dan melaporkan kasus ini ke Polres Blitar.
Meskipun pendeta KBH berusaha menekan P untuk mencabut laporannya demi menjaga nama baik gereja, ayah korban tetap berkomitmen untuk mengungkap kebenaran setelah mengetahui bahwa tiga putri lainnya juga menjadi korban.
Saat ini, ayah korban dan keempat putrinya didampingi oleh 13 pengacara dari Peradi Bersatu. Ketua Tim Peradi Bersatu, Boy Kanu, mengonfirmasi bahwa mereka akan mengawal kasus ini secara serius dan mendesak Mabes Polri untuk menyelidiki lebih lanjut serta melapor ke Komisi III DPR RI dan LPSK.
Pelecehan seksual yang dialami oleh keempat korban terjadi secara berulang antara tahun 2022 dan 2024, di berbagai lokasi termasuk ruang kerja pendeta, rumah pendeta, kolam renang, serta hotel di Kediri, Madiun, Magetan, Talaga Sarangan, dan Wonogiri. Sebagai seorang pendeta dengan pengaruh besar di Blitar, kasus ini diharapkan dapat ditangani dengan transparan untuk memberikan keadilan bagi semua korban. (*)