Jakarta, Semartara.News – Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PDI Perjuangan, Abraham Garuda Laksono, mengajak generasi muda, khususnya Generasi Z, untuk tidak melupakan tragedi 27 Juli 1996 atau yang dikenal sebagai Kudatuli. Seruan tersebut disampaikannya saat menghadiri peringatan 29 tahun Kudatuli di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, pada Minggu (27/7/2025).
Menurut Abraham, Kudatuli bukan sekadar penyerangan fisik terhadap kantor DPP PDI Perjuangan, namun juga merupakan simbol dari serangan terhadap sistem hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia. Ia menyebut peristiwa tersebut sebagai salah satu momen penting dalam sejarah perlawanan terhadap rezim otoriter yang mengakar selama lebih dari tiga dekade.
“Peristiwa ini menjadi titik balik perjuangan melawan penindasan. Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaga demokrasi ke depan,” ujarnya penuh semangat.
Ia menekankan pentingnya generasi muda memahami makna sejarah, sekaligus mengambil nilai perjuangan yang terkandung di dalamnya. Kudatuli, katanya, adalah simbol keberanian dan keteguhan dalam menghadapi ketidakadilan. “Generasi Z harus memiliki semangat yang diwariskan oleh Bung Karno—jangan sekali-kali melupakan sejarah,” tegasnya, mengutip prinsip ‘Jas Merah’.

Dalam kesempatan tersebut, Abraham juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi hukum yang menimpa Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, yang dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara dalam kasus suap PAW dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku. Ia menyebut vonis itu mencerminkan masih adanya ketimpangan hukum di negeri ini.
“Kami memperingati Kudatuli tahun ini dengan suasana prihatin. Tetapi kami juga hadir dengan tekad untuk terus memperjuangkan keadilan, termasuk bagi Bung Hasto,” katanya.
Abraham turut menggarisbawahi pidato dari Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, yang menyerukan pentingnya mengakui Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat dan menuntut penyelesaian yang adil. Ribka juga menyampaikan harapannya agar sejarawan seperti Bonnie Triyana turut memperjuangkan pengakuan tersebut secara formal.
Acara peringatan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dan kader, mulai dari pengurus DPP, aktivis eksponen ’96, Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124 yang merupakan korban langsung dari peristiwa Kudatuli, hingga simpatisan dari berbagai daerah.
Sebagai catatan, Kudatuli merupakan peristiwa penyerangan terhadap kantor PDI Pro-Megawati oleh kelompok PDI versi Soerjadi yang didukung oleh rezim saat itu. Penyerangan pada 27 Juli 1996 tersebut berujung pada bentrokan berdarah yang menelan korban jiwa dan luka-luka di kalangan pendukung Megawati Soekarnoputri. Berdasarkan data Komnas HAM, lima orang dinyatakan meninggal dunia, 149 orang mengalami luka-luka, dan 23 lainnya hilang. (*)