Ia juga berharap pembahasan RUU yang pernah dibahas lima tahun lalu tapi tidak berlanjut itu, sebaiknya dilakukan pada momentum yang tepat. Yakni pasca pandemi, di mana ekonomi telah berada dalam kondisi normal.
“Di tengah tekanan resesi ekonomi saat ini, kurang tepat membahas yang berkaitan dengan kelangsungan dunia usaha khususnya industri minol. Mari kita fokus bersama melawan pendemi Covid-19, dan percepatan pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
Komisaris Utama PT Delta Djakarta itu menuturkan, industri minuman beralkohol siap memberi masukan dan pokok pikiran termasuk dari sisi judul. Alih-alih disebut RUU Larangan Minuman Beralkohol, industri mengusulkan agar beleid itu diubah menjadi RUU Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Menurut Sarman, keterlibatan industri minol dalam perekonomian nasional hampir mencapai satu abad dan melibatkan investor asing. Kontribusi industri minol dari sisi pajak maupun cukai alkohol yang mencapai Rp6 triliun per tahun.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja mencapai 5.000 orang, ditambah industri penunjang seperti pertanian, logistik, industri kemasan hingga rekreasi, pariwisata dan budaya. “Kami sangat mendukung kalau minol ini di diatur dan diawasi. Sehingga edukasi dan informasi kepada masyarakat, selalu konsisten dilaksanakan akan bahaya penyalahgunaan minuman beralkohol,” imbuhnya.
“Jika nantinya dalam RUU ini kesannya melarang, maka, dikhawatirkan akan terjadi praktik masuknya minol selundupan yang tidak membayar pajak. Maraknya minol palsu yang tidak sesuai standar pangan, serta maraknya minol oplosan yang membahayakan konsumen,” pungkas Sarman. (AD)