SEMARTARA,Serang (21/11) – Gubernur Banten Wahidin Halim telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor : 561/Kep.442-Huk/2017 tentang Penetapan UMK 2018. Wahidin memutuskan besaran kenaikan UMK sebesar 8,71 persen sesuai PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Dalam SK Gubernur Banten tertanggal 20 November 2017, ada tiga poin yang diputuskan. Pertama, menetapkan besaran UMK 2018 sesuai PP 78. Kedua, bagi perusahaan yang pada saat ditetapkannya keputusan ini, telah membayar upah minimum lebih besar dari jumlah sebagaimana dimaksud pada lampiran keputusan ini, dilarang mengurangi atau menurunkan upah kerja. Ketiga, keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2018.
Keputusan Wahidin tersebut disambut kekecewaan serikat pekerja. Ketua DPD Serikat Pekrja Nasional (SPN) Provinsi Banten, Ahmad Saukani mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur Banten yang baru. Menurutnya, besaran UMK 2018 tidak akomodatif terhadap rekomendasi bupati/walikota di delapan kabupaten dan kota.
“Kami kira dengan Gubernur Banten yang baru, bakal ada kebijakan yang pro buruh. Ini akan kami pertanyakan langsung, apakah beliau sudah mempertimbangkan segala sesuatunya,” kata Saukani.
Secara regulasi, lanjutnya, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maupun PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, Gubernur seharusnya mempertimbangkan rekomendasi dari kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.
“Kita sudah mediasi dua kali, minimal gubernur memutuskan sesuai dengan rekomendasi bupati/walikota,” ungkapnya.
Dengan tetap mengacu PP 78, Saukani menilai ada pemangkasan terhadap harapan kenaikan upah buruh di Banten.
“Bisa saja inflasi di daerah tidak sama dengan inflasi yang diratakan oleh penghitungan pemerintah pusat. Statistik itu bisa disurvei di daerah,” tegasnya.
Senada, Ketua DPC Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SPKEP) Kabupaten Serang, Argo Priyo Sujatmiko juga menyampaikan kekecewaannya terhadap keputusan gubernur.
“Kami sangat kecewa, karena pergantian kepemimpinan di Banten tidak membawa perubahan soal upah minimum. Pak WH nyatanya sama dengan gubernur sebelumnya, menetapkan UMK tidak sesuai rekomendasi bupati/walikota. Padahal dulu waktu jadi walikota, Pak WH dikenal buruh sangat pemberani,” kata Argo.
Menanggapi kekecewaan serikat pekerja, Gubernur Banten yang akrab disapa WH menegaskan, penetapan UMK 2018 sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurutnya, keputusan yang diambilnya sudah sesuai dengan jumlah yang diusulkan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Banten.
“Itu sudah sesuai dengan usulan kabupaten/kota, ada kenaikan 8,71 persen, karena kalau kita lihat permintaan dari daerah juga gak beda, sama aja,” kata WH kepada wartawan usai bertemu dengan pimpinan DPRD Banten.
Terkait penolakan dari serikat buruh dan ancaman demonstrasi, WH menegaskan bahwa hal itu merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. Ia pun menganjurkan agar buruh menyampaikan penolakannya ke pemerintah pusat secara langsung.
“Itu kan persoalan buruh dengan negara, bukan urusan gubernur, itu kan (ketetapan) undang-undang. Jangan ke gubernur lah, yang buat PP 78 siapa? Kalau mau ke sana (pemerintah pusat) aja deh,” tegas mantan Walikota Tangerang dua periode ini.
Dengan SK Gubernur tersebut, Kota Cilegon tertinggi besaran UMK sebesar Rp3,622 juta. Kemudian Kota Tangerang Rp3,582 juta, Kabupaten Tangerang Rp3,555 juta dan Kota Tangerang Selatan Rp3,555 juta.
Selanjutnya, Kabupaten Serang Rp3,542 juta, Kota Serang Rp3,116 juta, Kabupaten Pandeglang Rp2,353 dan Kabupaten Lebak Rp2,312 juta. (Soe)
Baca juga: