Palembang, Semartara.News – Untuk mengetahui seberapa besar manfaat bagi petani, Pemerintah diminta untuk membuat kajian mendalam mengenai program pupuk bersubsidi. Usulan itu disampaikan oleh Anggota DPR RI, Riezky Aprilia, di Palembang, Rabu (16/12/2020).
“Salah satunya, kami meminta kajian dari Kementerian Keuangan. Karena usulan pencabutan pupuk subsidi ini, memang sempat muncul di rapat Komisi IV DPR RI,” kata Riezky Aprilia, dilansir LKBN Antara.
Dasar usulan ini, kata Riezky Aprilia menjelaskan, muncul karena DPR mempertanyakan, apakah pupuk subsidi itu benar-benar telah membantu para petani. Baginya, wajar jika muncul pemikiran untuk mencabut subsidi pupuk. Sebab, sebagai Wakil Rakyat, dirinya mengaku mendapat laporan dari petani mengenai berbagai persoalan, terkait penyaluran pupuk bersubsidi.
“Usulan (Cabut Subsidi, red) ya boleh saja, tapi ini akan dilihat lagi dalam rapat mendatang,” tutur anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Selatan ini.
Namun bagi politisi PDI Perjuangan ini, yang terpenting adalah bagaimana mengutamakan kepentingan petani, atau, jangan sampai ketika program itu dicabut, justru menimbulkan masalah baru.
Di samping itu, petani Karet dan Sayut di Desa Sigam Kayal Sari, Kecamatan Gelumbang, Muaraenim, Sumatera Selatan, Surono, menyampaikan, selama ini, dia mendapat jatah pupuk bersubsidi melalui kelompok tani. Alokasi yang diberikan pemerintah itu, sama dengan petani lainnya. Sedangkan penggunaan pupuk bersubsidi ini, kata dia mengaku, tidak cukup. Alhasil, para petani tetap harus menambah dengan pupuk komersi jika ingin buah-buahan dan sayuran yang mereka tanam, sesuai harapan.
“Pupuk bersubsidi ini juga terbatas, karena, diperoleh berdasarkan alokasi kelompok tani. Jadi terpaksa beli pupuk komersial juga untuk tambahannya. Karena, untuk sayuran, butuh juga campuran pupuk NPK dan KCL,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pusri, Tri Wahyudi Saleh, mengatakan, perusahaannya terus menjalankan penugasan negara untuk penyaluran pupuk bersubsidi (PSO) ke sejumlah daerah.
Pusri untuk meyalurkan pupuk urea bersubsidi ke petani yang telah masuk dalam e-RDKK oleh Kementerian Pertanian. Yaitu, Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Tengah (kecuali Kabupaten Brebes, Tegal, Kota Tegal dan Pemalang), Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Sedangkan untuk pupuk NPK bersubsidi, yang menjadi tanggung jawab Pusri, yaitu, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jambi (Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi). Hingga kini, Pusri yang menalangi pembiayaan untuk biaya produksi hingga distribusi pupuk subsidi itu.
“Negara masih berhutang sekitar Rp1 triliun ke kami, tapi kami juga memahami karena saat ini negara butuh uang untuk penanganan COVID-19,” kata dia.
Ia tidak menyangkal, kondisi itu telah mempengaruhi arus kas perusahaan. Walhasil, laba menjadi tergerus lantaran Pusri harus membayar bunga pinjaman di perbankan.