Jakarta, Semartara.News – PDI Perjuangan monolak keras berbagai bentuk pragmatisme pendidikan, termasuk menghilangkan mata pelajaran Sejarah dari Kurikulum SMA dan SMK. “Mendikbud Nadiem Makarim tidak paham bagaimana api perjuangan kemerdekaan bangsa lahir atas pemahaman sejarah, dan kemudian memunculkan kesadaran kritis untuk melawan penjajahan, melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme,” kata Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Minggu (20/9/2020).
Menurut Hasto sejarah itu terang peradaban suatu bangsa. Sejarah mempertemukan masa lalu, mengambil nilai, cita-cita dan akar kebudayaan suatu bangsa dari masa lalu, dirangkai dengan kondisi saat ini, dan terciptalah cita-cita masa depan sebagai satu benang merah sejarah peradaban bangsa.
“Bung Karno dalam pembuangan di NTT dan Bengkulu, paling gemar mengajar sejarah. Sejarah yang membangun cita-cita kemerdekaan; sejarah yang mengangkat akar nusantara sebagai bangsa besar yang mewarnai peradaban dunia,” ujar Hasto.
PDI Perjuangan sangat menyesalkan bagaimana sosok seperti Nadiem Nakarim memiliki kesadaran yang rendah tentang makna sejarah tersebut. “Kalau kita berkunjung ke Museum, seluruh kader PDI Perjuangan diajarkan suatu pesan: anda boleh meninggalkan gedung museum sejarah, tetapi jangan pernah meninggalkan sejarah. Suatu bangsa akan kehilangan masa depan apabila meninggalkan sejarah,” jelas Hasto.
“Mendikbud jangan kedepankan pragmatisme pendidikan, bangsa besar berdiri di atas pijakan sejarah.”
PDI Perjuangan meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melihat pendidikan dalam pengertian luas, yakni pendidikan yang meletakkan dasar budi pekerti, pendidikan karakter bangsa, sebagai dasar dari kemajuan, dan dengannya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berjalan beriringan sesuai sejarah dan kebudayaan bangsa.
“Belajarlah dari para pendiri bangsa. Belajar ilmu pengetahuan dan teknologi dari barat dan berbagai belahan dunia lainnya, namun membumikan setiap pengetahuan pada akar sejarah dan kebudayaan bangsa,” tandas Hasto.