Berita  

Pabrik Tutup: Hak Karyawan Tidak Terpenuhi, PT Sandrafine Didemo

Demo Pabrik Garmen, Badriah, Karyawati yang di PHK ini berteriak lantang saat orasi, Kamis (17/10/2019). (Ikrar Nur Hakim)

SEMARTARA-Pabrik Garmen terbesar yang memproduksi pakaian jadi yang telah beroperasi puluhan tahun ini, PT. Sandrafine Garment tutup dengan alasan yang tidak jelas. Demo pun digelar oleh para karyawan, dilakukan di Jl. Prabu Siliwangi Km.1 No.88 Kelurahan Keroncong, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang, Kamis (17/10/2019).

Pekerja mayoritas adalah kaum wanita dengan status kerja tetap dan kontrak kerja rata – rata sudah berusia lanjut mempunyai masa kerja diatas 20 hingga 41 tahun. Dalam kondisi situasi yang tertekan, pekerja ini diputus hubungan kerjanya (PHK) secara sepihak. Dengan alasan kontrak kerja habis. Tidak hanya itu, pekerja pun tidak diberikan pesangon. Padahal, hak buruh mengenai pemberian pesangon dilindungi dalam ketentuan Undang – Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga: Diskusi: Membangun Nalar Kritis Mahasiswa Soal Polemik RUU KPK

Karyawati yang awalnya bekerja di bagian sewing tersebut sudah di PHK, Badriah menuturkan, dalam orasinya soal pemutusan kerja secara sepihak yang dialaminya tanpa diberikan hak – haknya, masalahnya dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diduga tidak tercatat Dinas Tenaga Kerja (Dinaker) Kota Tangerang.

“Saya alami ketidakadilan, kami pekerja garmen yang telah puluhan tahun berkerja tidak diberikan hak kami. Dengan berbagai macam alasan,” ungkapnya.

Baca juga: Ditanya Soal RUU KPK, Presma BEM ITB-AD Jakarta: Kami Memilih Judicial Review

Dirinya pun mengungkapkan jika tidak ada yang membela dan memperjuangkan haknya padahal para pekerja ini menjadi bagian organisasi serikat pekerja yang ada di dalam perusahaan.

“Makanya saya memberikan kuasa ke DPC F-Lomenik SBSI lalu mengirim surat kepada pihak perusahaan namun tidak digubris. Lalu kami laporkan dan melakukan perundingan dengan Disnaker. Setelah itu, satu per satu pekerja dipanggil pihak perusahaan untuk tanda tangan pengunduran diri dengan kompensasi 10 juta. Dalam kondisi terjepit, pekerja mendirikan serikat pekerja buruh F-Lomenik SBSI, mendengar kabar itu pihak perusahaan mengancam mutasi dan PHK,” jawabnya.

Baca juga: Bupati: Pilkades Sesuai Aturan dan Tetap Berlanjut

Sedangkan, menurut Ketua DPC Federasi Logam Mesin Elektronik (F-Lomenik) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Joko Wasoso mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan pengacara perusahaan namun hasilnya dead-lock.

“Pertemuan terkahir, pihak perusahaan hanya mampu memberikan kompensasi sebesar 35 juta. Dari pihak pekerja belum bisa menerima itu dan minta kalau pabrik tutup, segera haknya diberikan sesuai dengan peraturan. Dan pekerja janji tidak ada yang neko – neko,” tuturnya.

Baca juga: BPNT Diduga ‘Dikentit’, Takaran Beras dan Telur Menyusut

Setelah perundingan menemui jalan buntu, pekerja dimutasi dibagian kebersihan dan jika tidak mau diberikan Surat Peringatan (SP). 

“Itu kan artinya sudah mengintimidasi pekerja, serta memaksa untuk kerja yang bukan porsinya. Ditambah dengan ancaman, jika tidak bekerja tidak akan dibayar dan akan di PHK. Lah, ini sekarang 31 pekerja di SP dan dipaksa menandatangani surat pengunduran diri,” tukasnya.

Tinggalkan Balasan